Memoar

Albertus Soegijapranata, Pahlawan di Balik Diplomasi Indonesia

×

Albertus Soegijapranata, Pahlawan di Balik Diplomasi Indonesia

Sebarkan artikel ini
Albertus Soegijapranata, Pahlawan di Balik Diplomasi Indonesia
Doc. Foto: Wikipedia

KOROPAK.CO.ID – Albertus Soegijapranata, meskipun tidak seterkenal Bung Karno, Bung Hatta, atau Bung Tomo, adalah salah satu tokoh penting dalam sejarah perjuangan kemerdekaan Indonesia.

Ia tidak terjun langsung dalam pertempuran fisik, namun peranannya dalam diplomasi, terutama dalam mengamankan pengakuan internasional atas kemerdekaan Indonesia, sangatlah vital. Seorang penganut Katolik taat yang berasal dari Jawa Tengah, Mgr. Soegijapranata dikenal sebagai sosok yang berdedikasi penuh untuk negara dan umat.

Pada tahun 1947, Soegijapranata, yang saat itu menjabat sebagai Uskup Agung pribumi pertama Indonesia, mengambil langkah diplomatik yang penuh keberanian. Di tengah agresi Belanda yang kembali mengancam kedaulatan Indonesia, ia menulis surat kepada Paus Pius XII, pemimpin tertinggi Gereja Katolik, untuk meminta dukungan bagi Indonesia.

Dalam surat tersebut, Mgr. Soegijapranata menggambarkan keadaan genting yang dialami tanah air dan meminta agar Vatikan memberikan pengakuan terhadap kemerdekaan Indonesia.

Hasilnya, Paus Pius XII merespons dengan memberikan pengakuan resmi pada 6 Juli 1947, menjadikan Vatikan salah satu negara pertama yang mengakui kemerdekaan Indonesia setelah Mesir dan Suriah. Selain itu, Paus juga menggalang dukungan global, mengajak umat Katolik di seluruh dunia untuk mendukung perjuangan Indonesia.

Lewat langkah-langkah diplomasi yang cermat ini, Indonesia berhasil mengumpulkan dukungan internasional yang signifikan dari berbagai negara, sebagian besar di antaranya berasal dari negara-negara dengan mayoritas umat Katolik.

Mgr. Soegijapranata tidak hanya dikenal sebagai tokoh agama yang berdedikasi, tetapi juga sebagai sosok nasionalis yang sangat peduli terhadap nasib rakyat. Ketika negara menghadapi masa-masa sulit, seperti saat Agresi Militer II, ia menolak perayaan Natal dengan kemewahan, menyadari penderitaan yang dialami oleh rakyat Indonesia.

Baca: Sri Sultan Hamengkubuwono IX dan Pengabdian Sejati untuk Tanah Air

Ia juga menyerukan kepada umat Katolik untuk menjadi warga negara yang berguna, tidak hanya bagi gereja mereka, tetapi juga bagi bangsa dan negara. Ia adalah penggagas slogan “100% Katolik, 100% Indonesia”, yang menegaskan komitmennya terhadap gereja sekaligus kepada tanah airnya.

Jasa besar Mgr. Soegijapranata tidak hanya diakui oleh umat Katolik, tetapi juga oleh bangsa Indonesia. Pada tahun 1963, Presiden Soekarno memberikan penghargaan tertinggi dengan memberikan gelar Pahlawan Nasional melalui Keputusan Presiden No.152 Tahun 1963 sebagai pengakuan atas kontribusinya yang luar biasa terhadap kemerdekaan Indonesia.

Perjuangan diplomasi yang dilakukan oleh Mgr. Soegijapranata merupakan contoh nyata dari silent diplomacy atau diplomasi diam-diam. Sebuah pendekatan yang lebih mengutamakan komunikasi dan negosiasi secara hati-hati di balik layar tanpa sorotan publik.

Diplomasi semacam ini, yang juga pernah diterapkan Indonesia pada tahun 2023 untuk menangani krisis di Myanmar, telah terbukti efektif dalam mencapai tujuan diplomatik tanpa memicu ketegangan atau konflik.

Mgr. Soegijapranata bukan hanya sekadar seorang uskup, tetapi juga seorang pahlawan yang dengan penuh dedikasi memperjuangkan pengakuan kemerdekaan Indonesia melalui jalur yang penuh kebijaksanaan dan keteguhan hati.

Ia adalah salah satu tokoh yang tidak hanya berjuang untuk agama, tetapi juga untuk bangsa, meninggalkan warisan sejarah yang patut dikenang sepanjang masa.

error: Content is protected !!