KOROPAK.CO.ID – Ketika mendengar kata kukuruyuk ayam, apa yang pertama kali terlintas dalam pikiran Kawan? Sebagian besar mungkin akan mengaitkan kata tersebut dengan suara khas ayam jantan yang biasanya terdengar pada pagi hari.
Memang, pemikiran ini tidak sepenuhnya salah, karena kukuruyuk merupakan istilah yang digunakan untuk menyebut suara ayam. Namun, tahukah Kawan bahwa kukuruyuk ayam juga merupakan nama sebuah permainan tradisional yang berkembang di kalangan masyarakat Betawi? Sebuah permainan yang menyatukan unsur kebersamaan, ketangkasan, dan strategi.
Nama permainan ini tidak lepas dari suara ayam yang menjadi ciri khasnya, yang tak hanya sekadar diperdengarkan, tetapi juga dihidupkan dalam setiap langkah permainan.
Kukuruyuk ayam merupakan permainan yang berakar kuat dalam budaya Betawi, dan dikenal dengan sebutan adu ayam di beberapa daerah. Permainan ini, yang menjadi bagian dari tradisi masyarakat Betawi, dapat ditemukan di berbagai wilayah seperti Condet, Sudimara, Ciledug, dan Kebayoran Lama.
Menurut Hermansyah Muhasim dan Iwan Solihin dalam buku Permainan Tradisional Anak Betawi, permainan ini terutama digemari oleh anak laki-laki, karena menguji kekuatan fisik dan kelincahan pemainnya.
Secara sederhana, permainan ini menyerupai adu ayam, tetapi yang diadu bukanlah ayam asli, melainkan anak-anak yang berperan sebagai ‘ayam’ tersebut.
Suara khas kukuruyuk yang mereka buat menjadi salah satu identitas permainan ini, menyatukan unsur keunikan permainan dengan hewan unggas yang sering kali diasosiasikan dengan kehidupan sehari-hari di Indonesia.
Tak banyak alat yang diperlukan dalam permainan kukuruyuk ayam. Hanya dua buah sarung yang akan digunakan sebagai “kandang” untuk membatasi gerakan pemain. Sarung-sarung ini akan diikat di salah satu sisinya, menciptakan semacam “kurungan” bagi pemain yang berperan sebagai ayam.
Baca: Sepak Bola Kertas, Hiburan Tradisional Anak yang Menyenangkan
Untuk melaksanakan permainan ini, dibutuhkan lapangan yang luas, seperti pekarangan rumah atau lapangan terbuka, agar para pemain bisa bergerak leluasa. Permainan ini sangat bergantung pada keluwesan pemain dan kemampuan mereka untuk bekerja sama dalam kelompok.
Permainan kukuruyuk ayam melibatkan banyak pemain, setidaknya enam hingga sepuluh orang agar permainan bisa berlangsung seru. Pemain akan dibagi menjadi dua kelompok melalui undian.
Setiap kelompok memilih seorang pemimpin, atau yang disebut bebato, yang akan bertugas memilih “ayam” yang akan diadu. Pemain lainnya akan menjadi ayam yang akan berhadapan dalam pertandingan.
Setelah kelompok terbentuk, para bebato akan memilih pemain yang akan dimasukkan ke dalam sarung yang sudah diikat, seolah-olah seperti ayam yang akan siap bertarung.
Kedua kelompok kemudian berkumpul di tengah lapangan, memperlihatkan ayam-ayam yang mereka pilih. Jika kedua bebato merasa bahwa ayam mereka cocok dan siap untuk bertanding, mereka akan mulai mengadu ayam mereka satu sama lain.
Setiap “ayam” yang berada dalam sarung tersebut harus berusaha untuk mendorong lawannya keluar dari garis lapangan yang sudah ditentukan. Pemain yang berhasil mengeluarkan lawan dari garis tersebut dinyatakan sebagai pemenang dalam pertandingan tersebut.
Tim yang berhasil memenangkan banyak pertandingan akan keluar sebagai pemenang, dan permainan akan dimulai lagi dengan pembagian kelompok yang baru melalui undian. Dengan demikian, permainan kukuruyuk ayam tidak hanya mengandalkan fisik, tetapi juga strategi dalam memilih pemain yang tepat untuk mengalahkan lawan.
Melalui permainan ini, tidak hanya kekuatan fisik yang diuji, tetapi juga keakraban dan kebersamaan antara sesama pemain. Sebuah permainan yang menumbuhkan rasa solidaritas dan keceriaan, sekaligus memperkenalkan kekayaan budaya tradisional yang tak lekang oleh waktu.