Memoar

Kisah Abdurrahman Baswedan, Jurnalis Pro Kemerdekaan dan Aktivis Kebangsaan

×

Kisah Abdurrahman Baswedan, Jurnalis Pro Kemerdekaan dan Aktivis Kebangsaan

Sebarkan artikel ini
Kisah Abdurrahman Baswedan, Jurnalis Pro Kemerdekaan dan Aktivis Kebangsaan
Doc. Foto: Hidayatullah

KOROPAK.CO.ID – Nama Baswedan mungkin tak asing di telinga banyak orang, dan kebanyakan pasti langsung mengarah kepada Anies Baswedan, mantan Walikota Jakarta dan calon presiden 2024. Namun, sedikit yang tahu bahwa ada sosok lain dengan nama yang sama yang juga memiliki peran penting dalam sejarah bangsa ini: Abdurrahman Baswedan.

Abdurrahman Baswedan, yang lahir di Ampel, Surabaya pada 9 September 1908, merupakan seorang penulis, jurnalis, dan redaktur yang aktif dalam pergerakan kemerdekaan Indonesia.

Nama besar Baswedan dalam dunia jurnalistik dimulai ketika ia bekerja di media Tionghoa progresif seperti Sin Tit Po, dan kemudian meluas ke berbagai media terkemuka lainnya seperti Soeara Oemoem, Matahari, dan Zaman Baroe.

Melalui karya jurnalistiknya, Baswedan menjadi salah satu tokoh yang pro kemerdekaan dan turut mengangkat isu kewargaan yang menjadi tema sentral dalam perjuangan kebangsaan.

Menariknya, sejak kecil Abdurrahman sudah merasakan dampak diskriminasi, terutama terhadap kelompok Arab Totok. Ia pun sering kali berjuang melawan perlakuan ini, yang membentuk karakter dan pemikirannya.

Pendidikan Abdurrahman dimulai di Madrasah Jamiat al-Khair di Surabaya, dilanjutkan ke al-Rabitah di Jakarta, hingga akhirnya kembali ke Surabaya di Hadramaut School, tempat di mana ia bertemu dengan K.H. Mas Mansoer, seorang tokoh yang sangat berpengaruh dalam hidupnya.

Baca: A.M. Fachir dan Kontribusinya pada Hubungan Indonesia-Mesir

Setelah berpartisipasi dalam Kongres Sumpah Pemuda dan memperdalam wawasan di dunia jurnalistik, Abdurrahman Baswedan mendirikan Persatuan Arab Indonesia (PAI) pada 4 Oktober 1934, yang bertujuan untuk menyatukan warga keturunan Arab yang pada saat itu terpecah menjadi dua golongan: Arab Totok dan Arab campuran pribumi.

Melalui PAI, Baswedan berupaya mengubah pemikiran masyarakat Arab yang merasa adanya perbedaan derajat antar sesama keturunan Arab, sekaligus mengajak mereka untuk lebih berperan dalam kemajuan Indonesia.

Pemikirannya yang progresif terlihat jelas ketika ia mengusulkan agar kewarganegaraan Indonesia tidak hanya mencakup orang-orang keturunan Arab, tetapi juga keturunan Tionghoa.

Baswedan berperan aktif dalam BPUPK (Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia), serta menjadi anggota KNIP (Komite Nasional Indonesia Pusat) dan konstituante setelah kemerdekaan. Ia terus berjuang untuk Indonesia melalui tulisan dan peran-peran penting dalam pemerintahan.

Setelah pembubaran Dewan Konstituante, Abdurrahman Baswedan menghabiskan waktu terakhirnya sebagai penulis dan wartawan, hingga wafat pada 16 Maret 1986. Pemikirannya yang revolusioner terkait kewarganegaraan dan keberagaman Indonesia kini tercatat dalam berbagai arsip penting, termasuk di Museum DPR dan perpustakaan nasional.

Dengan perjuangannya yang penuh makna, Abdurrahman Baswedan bukan hanya seorang jurnalis dan penulis, tetapi juga pahlawan kebangsaan yang menyuarakan pentingnya persatuan dan kesetaraan di tengah keragaman Indonesia.

error: Content is protected !!