KOROPAK.CO.ID – Pada tanggal 20 Januari 1978, 46 tahun yang lalu, Indonesia menyaksikan peristiwa penting dalam sejarah kebebasan pers di bawah pemerintahan Orde Baru.
Presiden Soeharto melalui Komando Pemulihan Keamanan dan Ketertiban (Kopkamtib) memerintahkan pelarangan terbitnya tujuh surat kabar sekaligus.
Tindakan ini diambil sebagai respons terhadap pemberitaan yang dianggap mengancam stabilitas politik dan ketertiban umum, serta sebagai upaya membungkam kritik terhadap pemerintah.
Ketujuh media yang terlibat dalam insiden ini adalah Majalah Tempo, Harian Kompas, Sinar Harapan, Merdeka, Pelita, The Indonesian Times, dan Sinar Pagi. Media-media ini dijerat dengan tuduhan “menghasut” dan dianggap tidak mendukung kebijakan pemerintah yang saat itu berkuasa.
Pelarangan tersebut berlangsung sementara waktu, dan lebih dianggap sebagai peringatan bagi media untuk lebih berhati-hati dalam meliput isu-isu sensitif.
Baca: Kontroversi dan Pemberedelan Majalah Tempo pada 21 Juni 1994
Pemerintah melalui Menteri Penerangan saat itu, Sudharmono, memberikan imbauan kepada pihak media untuk menghindari pemberitaan yang dianggap bisa mengganggu stabilitas nasional.
“Kartu kuning” ini, meskipun bersifat sementara, menjadi isyarat bahwa lebih banyak tindakan tegas bisa diambil jika media-media tersebut tidak mematuhi instruksi pemerintah.
Sejarah ini menunjukkan bagaimana ketatnya kontrol terhadap kebebasan pers pada masa Orde Baru, di mana media massa dianggap sebagai alat yang bisa mengganggu keharmonisan yang dibangun pemerintah Soeharto, serta sebagai alat politik yang berperan penting dalam membentuk narasi dan opini publik.
Keputusan tersebut tetap menjadi bagian dari perdebatan seputar kebebasan pers dan hak asasi manusia di Indonesia.