KOROPAK.CO.ID – Tanggal 31 Januari bukan hanya menjadi saksi bisu berdirinya Nahdlatul Ulama (NU), tetapi juga mencatatkan momen bersejarah lainnya, yakni berdirinya Kabupaten Sidoarjo. Terletak di Jawa Timur, kabupaten ini berbatasan dengan Kota Surabaya, menjadikannya daerah yang strategis di pesisir pantai utara pulau Jawa.
Dikenal dengan sebutan Kota Delta, Sidoarjo berada di antara dua sungai besar, yakni Sungai Porong dan Sungai Surabaya, yang menjadikan wilayah ini kaya akan hasil perikanan dan memiliki potensi besar dalam sektor ekonomi berbasis laut.
Pada awalnya, kabupaten ini dikenal dengan nama Sidokare, yang terinspirasi dari nama sebuah kawasan yang menjadi pusat kekuasaan pada masa Kerajaan Jenggolo.
Nama Sidokare ini, yang memiliki arti “jadi kare” (karena intonasi yang kurang jelas dari masyarakat setempat), akhirnya berganti menjadi Sidoarjo pada tanggal 31 Januari 1859 berdasarkan Keputusan Pemerintah Hindia Belanda No. 9/1859.
Perubahan nama tersebut menandai terbentuknya struktur pemerintahan yang lebih formal dan teratur, sekaligus menandai era baru bagi wilayah yang dulunya berada dalam naungan Kabupaten Surabaya.
Pada masa kolonial, Sidokare dipimpin oleh Patih R.Ng. Djojohardjo yang berkedudukan di Kampung Pucang Anom, bersama seorang Wedana, Bagus Ranuwiryo, yang tinggal di Kampung Pangabahan. Setelah pemekaran pada tahun 1859, daerah Sidokare resmi menjadi bagian dari Kabupaten Sidoarjo yang sekarang kita kenal.
Lambang Kabupaten Sidoarjo, yang memuat berbagai simbol dan makna, mencerminkan kekayaan alam serta nilai-nilai budaya yang ada di daerah tersebut. Bentuk segilima beraturan pada lambang ini melambangkan komitmen masyarakat Sidoarjo terhadap Pancasila, sebagai dasar negara yang mereka amalkan dalam kehidupan sehari-hari.
Baca: Jejak Sejarah Pasuruan: Dari Kerajaan Kalingga hingga Kemerdekaan
Sementara itu, bintang bersudut lima mengingatkan kita pada keyakinan masyarakat Sidoarjo yang teguh dalam agama dan ke-Tuhan-an. Adapun setangkai padi dengan 18 butir serta sebatang tebu dengan lima ruas mewakili hasil bumi yang melimpah di Sidoarjo, terutama sektor pertanian dan perikanan yang terus berkembang.
Jumlah 18 butir padi tersebut mengingatkan kita pada jumlah kecamatan yang tersebar di kabupaten ini, sebagai simbol pemerataan dan pembangunan yang terus berlanjut.
Gambar ikan udang dan ikan bandeng yang membentuk huruf “S” menjadi identitas kuat Kabupaten Sidoarjo, mengingatkan kita pada sektor tambak yang sangat berkembang di daerah ini. Lambang ini bukan hanya sebuah desain visual, tetapi juga mengisahkan potensi besar Sidoarjo di bidang perikanan yang menjadi andalan perekonomian daerah.
Warna-warna pada lambang ini pun memiliki makna mendalam. Biru laut melambangkan keberadaan air yang mengelilingi wilayah Sidoarjo, yang dulunya dikenal sebagai “Delta Brantas”, sementara hijau menggambarkan kesuburan tanah yang terletak di wilayah Delta Brantas.
Warna kuning pada padi dan tebu melambangkan kesejahteraan yang menjadi tujuan bersama, sedangkan warna hitam pada tulisan dan elemen lainnya menggambarkan keteguhan iman masyarakat Sidoarjo yang tak tergoyahkan.
Kemudian warna abu-abu pada ikan udang dan bandeng memberi kesan elegan, sekaligus mengingatkan pada nilai tradisional yang tetap terjaga dalam perkembangan zaman.
Dengan segala sejarah, simbol, dan makna yang terkandung di dalamnya, Kabupaten Sidoarjo tidak hanya dikenal sebagai wilayah yang subur dan kaya, tetapi juga sebagai tempat di mana tradisi dan modernitas bersatu, membentuk identitas yang kuat dan berdiri kokoh hingga hari ini.