Memoar

Nenek Renia, Penutur Sastra Korehan yang Masih Bertahan Hingga Usia 84 Tahun

×

Nenek Renia, Penutur Sastra Korehan yang Masih Bertahan Hingga Usia 84 Tahun

Sebarkan artikel ini
Nenek Renia, Penutur Sastra Korehan yang Masih Bertahan Hingga Usia 84 Tahun
Doc. Foto: GNFI

KOROPAK.CO.ID – Sastra lisan di Indonesia, yang diwariskan secara turun-temurun, menjadi bagian penting dalam tradisi setiap suku. Meski sering kali cerita yang dihadirkan memiliki pola serupa, tiap daerah memiliki tokoh khas yang mewarnai cerita rakyat mereka.

Sayangnya, kekayaan sastra lisan ini sulit untuk dihitung, karena sebagian besar hanya disampaikan melalui lisan, dari mulut ke mulut. Hal ini menyebabkan sastra lisan menjadi sulit dilacak dan sering kali terlupakan seiring berjalannya waktu.

Sastra lisan, yang banyak dikenal dengan sebutan cerita rakyat, bukan hanya sebuah hiburan semata. Cerita-cerita dalam sastra ini sering menjadi pengantar tidur bagi anak-anak, dan legenda-legenda seperti Malin Kundang telah menjadi cerita yang akrab di telinga banyak orang.

Sebagai tradisi yang diwariskan dari generasi ke generasi, cerita rakyat menjadi milik kolektif masyarakat yang terus berkembang. Namun, dalam keberagaman sastra lisan di Indonesia, ada yang unik dan berbeda. Di daerah Dayak Pesaguan, Kalimantan Barat, sastra lisan bukanlah sesuatu yang dimiliki oleh masyarakat umum.

Sastra lisan mereka, yang dikenal dengan nama korehan, hanya boleh dituturkan oleh kalangan bangsawan atau mereka yang memiliki kepentingan khusus. Oleh karena itu, pelestarian korehan menjadi tantangan tersendiri. Cerita-cerita korehan tidak bisa sembarang disebarkan, bahkan ke dalam lingkungan sekolah sekalipun.

Dayak Pesaguan sendiri merupakan salah satu subsuku Dayak yang tinggal di kawasan hulu Sungai Pesaguan, Kabupaten Ketapang. Sastra korehan ini kaya akan nilai-nilai yang mengajarkan nasihat hidup, meskipun pada dasarnya berisikan kisah muda-mudi yang penuh semangat, keceriaan, dan romansa.

Baca: Mbah Jirah, Saksi Hidup Perjuangan Jenderal Soedirman di Perang Gerilya

Namun, di balik cerita yang ringan itu, terkandung pesan moral dan amanat yang sarat makna. Mungkin banyak yang tidak menyadari, bahwa meskipun keberadaan sastra korehan semakin langka, masih ada penutur yang terus melestarikannya.

Salah satunya adalah Nenek Renia, seorang penutur sastra korehan yang sudah berusia 84 tahun. Di usianya yang senja, Nenek Renia masih dapat dengan fasih menceritakan kisah-kisah dalam korehan yang diwariskan oleh leluhurnya.

Dalam lomba Rekam Maestro yang diselenggarakan oleh GNFI X Kemdikbud, Nenek Renia membagikan kisah tentang pesta yang penuh sukacita, di mana pria dan wanita menari bersama mengikuti irama musik, meski di dalamnya terdapat pesan hidup yang mendalam.

Namun, sulitnya menyampaikan korehan ini, yang menggunakan bahasa Dayak Pesaguan halus, menjadi salah satu alasan kenapa sastra ini hanya terbatas pada kalangan tertentu dan tidak bisa diajarkan secara luas.

Nenek Renia sendiri mengungkapkan bahwa tidak semua orang bisa menguasai bahasa tersebut untuk menjadi penutur yang sah. Itulah sebabnya, pelestarian korehan ini memerlukan perhatian dan upaya lebih agar kekayaan sastra lisan yang unik ini tidak terlupakan oleh generasi mendatang.

error: Content is protected !!