Muasal

Jejak Sejarah Batavia, Kota Kolonial yang Dikuasai VOC

×

Jejak Sejarah Batavia, Kota Kolonial yang Dikuasai VOC

Sebarkan artikel ini
Jejak Sejarah Batavia, Kota Kolonial yang Dikuasai VOC
Doc. Foto: BBC

KOROPAK.CO.ID – Pada 4 Maret 1621, Stad Batavia, pemerintahan kota Batavia, resmi dibentuk di atas reruntuhan Jayakarta. Kota pelabuhan yang semula dikuasai Kesultanan Banten itu dihancurkan hingga rata dengan tanah, lalu dibangun kembali sebagai pusat kekuasaan baru bagi Vereenigde Oostindische Compagnie (VOC).

Sebuah benteng megah didirikan, lengkap dengan parit-parit pertahanan yang dalam, pagar besi yang tinggi, serta tiang-tiang kokoh yang melindungi gudang-gudang dagang VOC.

Jayakarta, sebelum jatuh ke tangan VOC, adalah bagian dari Kesultanan Banten dan sebelumnya dikenal dengan nama Sunda Kelapa. Bandar ini telah lama menjadi pusat perdagangan yang strategis sejak era Kerajaan Sunda.

Kini, di bawah bendera VOC, Batavia menjelma menjadi pusat kendali perdagangan, kekuatan militer, dan politik kolonial Belanda di Nusantara.

Sejak pertama kali digunakan pada tahun 1621, nama Batavia bertahan hingga tahun 1942, ketika pendudukan Jepang menghapus jejak kolonialisme Belanda dengan menggantinya menjadi Jakarta sebagai bagian dari kebijakan de-Nederlandisasi.

Meskipun demikian, pengaruhnya tetap bertahan, terlihat dari istilah “Betawi” yang masih digunakan untuk menyebut budaya dan masyarakat asli Jakarta hingga saat ini.

Dalam waktu singkat, Batavia berkembang pesat. Hanya dalam delapan tahun, luasnya telah meningkat tiga kali lipat. Pembangunannya baru benar-benar rampung pada tahun 1650, menjadikannya kota benteng yang dikelilingi tembok kokoh dan dilintasi oleh kanal-kanal yang menyerupai kota-kota di Belanda.

Pada abad ke-17, perbatasan antara Batavia dan wilayah Kesultanan Banten awalnya ditandai oleh Kali Angke, kemudian meluas hingga Kali Cisadane. Namun, wilayah di luar benteng Batavia tetap menjadi daerah yang tidak aman.

Baca: Jejak Bersejarah: Pembentukan Pemerintah Stad Batavia di Jayakarta

Sisa-sisa pasukan Kesultanan Banten dan prajurit Mataram yang bertahan sejak serangan tahun 1628-1629 terus melakukan perlawanan gerilya, membuat kawasan sekitar Batavia menjadi daerah kosong dan rawan konflik.

Batavia bukan sekadar ibu kota Hindia Belanda, tetapi juga simbol supremasi kolonial VOC. Nama “Batavia” sendiri diambil dari suku Batavia, sebuah suku Jermanik yang pernah bermukim di tepian Sungai Rhein pada masa Kekaisaran Romawi.

Bangsa Belanda, dan sebagian besar orang Jerman, diyakini sebagai keturunan suku ini. Selain itu, nama Batavia juga diabadikan dalam sejarah maritim Belanda. Salah satu kapal layar terbesar milik VOC, Batavia, dibangun pada 29 Oktober 1628.

Kapal yang dinakhodai Kapten Adriaan Jakobsz ini akhirnya kandas di pesisir Australia Barat, sementara awak kapalnya yang berjumlah 268 orang berjuang mencapai Batavia dengan perahu darurat. Reruntuhan kapal Batavia kini menjadi koleksi museum maritim di Fremantle, Australia.

Menjelang akhir kekuasaan kolonial Belanda, Batavia sempat diperintah oleh beberapa wali kota, di antaranya:

– Mr. G.J. Bisschop (1916 – Juni 1920)
– Prof. Ir. Hendrik van Breen (Juni – Agustus 1920)
– Mr. A. Meijroos (Agustus 1920 – 1940)
– Drs. A.Th. Boogaardt (1941)
– Ir. E.A. Voorneman (1941 – 1942)
– Drs. A.Th. Boogaardt (1945 – 1947)

Dari kota benteng VOC hingga menjadi ibu kota Indonesia, Batavia telah melewati perjalanan panjang sejarah. Kini, Jakarta berdiri sebagai kota modern yang terus berkembang, tetapi jejak sejarahnya masih tertinggal di sudut-sudut kota tua dan kanal-kanal yang pernah menghidupi kejayaan VOC di masa lampau.

error: Content is protected !!