Seni Budaya

Pakat, Kuliner Unik Warisan Mandailing yang Hadir Saat Ramadan

×

Pakat, Kuliner Unik Warisan Mandailing yang Hadir Saat Ramadan

Sebarkan artikel ini
Pakat, Kuliner Unik Warisan Mandailing yang Hadir Saat Ramadan
Doc. Foto: Lensa Medan

KOROPAK.CO.ID – Di tengah hutan-hutan lebat Sumatra Utara, tersembunyi sebuah tradisi kuliner yang telah diwariskan turun-temurun oleh masyarakat Mandailing. Namanya pakat, sebuah hidangan yang tidak hanya unik dalam bahan bakunya, tetapi juga sarat akan nilai budaya dan sejarah.

Sejak dahulu, masyarakat Mandailing dan Tapanuli Selatan telah mengenal pakat sebagai santapan khas, terutama saat bulan Ramadan. Hidangan ini bukanlah sekadar makanan biasa, melainkan bagian dari kearifan lokal yang memanfaatkan hasil alam sekitar. Rotan muda, yang tumbuh subur di hutan-hutan Sumatra, menjadi bahan utama pakat.

Pakat lahir dari kehidupan masyarakat yang akrab dengan alam. Rotan muda, yang biasanya digunakan untuk bahan kerajinan, ternyata juga memiliki sisi kuliner yang menarik. Di masa lalu, para petani dan pemburu yang beraktivitas di hutan memanfaatkan rotan muda sebagai sumber makanan darurat.

Seiring waktu, mereka menemukan cara terbaik untuk mengolahnya, yaitu dengan membakar batang rotan hingga bagian luarnya mengelupas, menyisakan isi yang lembut di dalamnya.

Teknik memasak ini tidak hanya mempertahankan keaslian rasa, tetapi juga mengeluarkan aroma khas yang menggugah selera. Setelah matang, bagian dalam rotan dikupas dan disajikan dengan nasi serta lauk pauk lainnya. Rasa pahit yang khas dari pakat justru menjadi daya tarik tersendiri, dipercaya mampu menambah selera makan.

Baca: Jejak Sejarah dan Kebudayaan Suku Mandailing: Pembauran Antara Batak dan Minangkabau

Keistimewaan pakat semakin terasa saat Ramadan tiba. Di pasar-pasar tradisional Mandailing Natal, Tapanuli Selatan, dan sekitarnya, pakat menjadi primadona takjil yang banyak diburu.

Tidak hanya karena cita rasanya yang unik, tetapi juga karena manfaat kesehatannya yang diyakini dapat membantu mengatasi berbagai penyakit seperti diabetes, hipertensi, dan malaria.

Bagi masyarakat Mandailing, menghidangkan pakat saat berbuka puasa bukan sekadar soal mengisi perut, tetapi juga melestarikan warisan leluhur. Hidangan ini menjadi bagian dari identitas budaya yang terus dijaga dari generasi ke generasi.

Meski pakat dapat ditemukan di luar bulan Ramadan, keberadaannya tetap terbilang musiman. Inilah yang membuatnya semakin istimewa, sebuah sajian sederhana yang mengandung cerita panjang tentang kehidupan, tradisi, dan hubungan erat manusia dengan alam.

Bagi yang belum pernah mencoba, pakat bukan sekadar makanan, tetapi sebuah pengalaman rasa yang membawa kita kembali pada akar sejarah dan kearifan lokal Nusantara.

error: Content is protected !!