KOROPAK.CO.ID – ANTALYA – Dalam momen yang menandai partisipasi penting Indonesia di panggung diplomasi internasional, Presiden Prabowo Subianto hadir sebagai pembicara dalam sesi ADF Talk di Antalya Diplomacy Forum (ADF) 2025, yang diselenggarakan di Nest Convention Center, Jumat, 11 April 2025.
Pidato Presiden Prabowo menjadi sorotan utama forum yang dihadiri para pemimpin dunia, diplomat senior, dan akademisi internasional. Dalam kesempatan tersebut, Presiden menyampaikan keprihatinannya atas kondisi geopolitik global yang menurutnya tengah mengalami kemunduran nilai-nilai keadilan serta tatanan dunia berbasis aturan.
“Kita tidak bisa menyerah pada diplomasi,” tegas Presiden Prabowo di hadapan peserta forum, menggarisbawahi bahwa meskipun dunia sedang menghadapi turbulensi geopolitik, jalur diplomasi tetap menjadi pilihan terbaik yang harus diupayakan terus-menerus.
Mengutip filsuf dan sejarawan Yunani kuno Thucydides, Presiden menyampaikan refleksi mendalam atas realitas kekuasaan dalam hubungan internasional.
“Yang kuat akan melakukan apa yang mereka bisa dan yang lemah akan menderita apa yang harus mereka derita,” ujar Presiden, menyoroti bagaimana kekuatan militer dan ekonomi seringkali menjadi alat pembenaran dalam politik global kontemporer.
Dalam nada kritis, Presiden Prabowo menyinggung terjadinya pelanggaran hak asasi manusia secara terang-terangan yang justru dibiarkan oleh negara-negara yang sebelumnya mengusung nilai demokrasi dan HAM pasca-Perang Dunia II.
“Kami percaya pada demokrasi. Kami percaya pada hak asasi manusia. Kami percaya pada tatanan yang berdasarkan aturan. Namun, sekarang, tiba-tiba, kita melihat di depan mata kita… anak-anak yang tidak bersalah, wanita yang tidak bersalah, pria yang tidak bersenjata dibantai di depan mata seluruh dunia,” ungkapnya, menggemakan sentimen yang sebelumnya juga disampaikan oleh Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan.
Baca: Perkuat Diplomasi, Prabowo Lakukan Kunjungan Balasan Bersejarah ke Turki
Pernyataan tersebut mencerminkan kekhawatiran Presiden akan kemerosotan solidaritas internasional terhadap nilai-nilai yang selama ini dianggap universal. Dalam konteks ini, Indonesia mengambil sikap kritis namun tetap menjunjung prinsip diplomasi sebagai jembatan perdamaian.
Meski konsisten menyuarakan jalan damai, Presiden tidak menampik bahwa dinamika global yang penuh ketidakpastian memaksa negara-negara untuk mengkaji ulang kesiapsiagaan nasional mereka.
“Kalau Anda mau tanya, saya katakan kita harus melalui jalur diplomasi. Tapi sekarang banyak negara yang sedang menilai, saya kira, dan bersiap untuk yang terburuk,” ujarnya, mengisyaratkan pentingnya kebijakan pertahanan dan kemandirian strategis di tengah ancaman konflik dan krisis global.
Presiden juga menyinggung dampak lanjutan dari situasi global terhadap kondisi sosial-ekonomi dunia, termasuk meningkatnya risiko kemiskinan dan kelaparan yang dapat menghantui negara-negara berkembang.
Partisipasi Presiden Prabowo dalam Antalya Diplomacy Forum 2025 tidak hanya mempertegas komitmen Indonesia terhadap diplomasi multilateral, tetapi juga memperlihatkan posisi Indonesia sebagai suara yang kritis namun konstruktif dalam tatanan global yang terus berubah.
Sebagai forum yang mempertemukan berbagai pemangku kepentingan dunia, ADF 2025 menjadi panggung penting di mana Indonesia menyerukan keadilan, memperjuangkan nilai-nilai kemanusiaan, dan menekankan kembali bahwa kekuatan sejati tidak semata-mata berada pada senjata, tetapi pada keberanian untuk berdialog.











