Actadiurna

KPAI Ungkap Masalah Kelelahan dan Ketidaknyamanan Peserta Program Militer Jabar

×

KPAI Ungkap Masalah Kelelahan dan Ketidaknyamanan Peserta Program Militer Jabar

Sebarkan artikel ini
KPAI Ungkap Masalah Kelelahan dan Ketidaknyamanan Peserta Program Militer Jabar
Doc. Foto: Tangkapan Layar YouTube/Kang Dedi Mulyadi Channel

KOROPAK.CO.ID – BANDUNG – Pada tahun 2025, Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) memulai pengawasan terhadap program pendidikan karakter yang kontroversial di Jawa Barat, yang dikenal dengan nama Pancawaluya.

Program yang diprakarsai oleh Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, bertujuan untuk membentuk karakter siswa melalui pendekatan semi militer dengan mengirimkan mereka ke barak militer.

KPAI melakukan pengawasan di dua lokasi utama program ini, yaitu Rindam III Siliwangi di Bandung Barat dan Barak Militer Resimen 1 Sthira Yudha di Purwakarta.

Program ini menyasar anak-anak yang dianggap bermasalah secara perilaku dan menggunakan model pendidikan yang menekankan kedisiplinan dan integritas, namun pelaksanaan program ini mulai memunculkan kekhawatiran.

Salah satu temuan utama dari pengawasan KPAI adalah adanya peserta didik yang memilih keluar dari program karena merasa tidak nyaman.

Beberapa anak mengungkapkan bahwa mereka mengikuti program ini atas rekomendasi guru BK, namun merasa tidak betah dan lebih memilih untuk tetap berada di sekolah. Bahkan, ada yang mencoba keluar dari lokasi pendidikan dengan alasan ingin membeli makanan ringan.

Komisioner KPAI, Aris Adi Leksono, mengungkapkan temuan ini sebagai hal yang mencolok dalam asesmen mereka. Selain itu, meskipun tidak ditemukan adanya kekerasan fisik dalam program tersebut, KPAI mencatat adanya tanda-tanda kelelahan yang dirasakan oleh peserta pelatihan.

Baca: Tidak Dilibatkan, DPRD Jabar Pertanyakan Anggaran Rp6 Miliar untuk Program Semi Militer

“Anak-anak yang mengikuti materi tampak tidak fokus, mengantuk, dan saling berbicara satu sama lain, tentunya hal ini menunjukkan adanya masalah dalam kesejahteraan fisik dan mental mereka selama pelatihan,” ujar Aris.

Dalam pengawasan ini, KPAI mendengarkan langsung keluhan siswa melalui wawancara tertutup dan membagikan kuesioner untuk mendapatkan gambaran lebih jelas.

KPAI kemudian menegaskan bahwa meskipun mereka menghargai semangat Pemerintah Provinsi Jawa Barat dalam mengembangkan pendidikan karakter, pendekatan yang digunakan harus berpijak pada prinsip perlindungan anak.

“Pendidikan yang berbasis disiplin memang dapat membentuk sikap, namun tanpa adanya dukungan ekosistem seperti pengasuhan keluarga, layanan konseling, dan lingkungan sosial yang sehat, perubahan perilaku anak akan sulit bertahan dalam jangka Panjang,” tegasnya.

Mengacu pada mandat Undang-Undang No. 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, KPAI merekomendasikan agar program Pancawaluya dievaluasi secara menyeluruh. Evaluasi ini seharusnya mencakup regulasi, standardisasi pelaksanaan, serta pelibatan psikolog profesional dalam memilih peserta didik yang tepat.

“Kami juga menyarankan agar penentuan anak yang membutuhkan perlindungan khusus tidak hanya didasarkan pada rekomendasi guru BK, tetapi melalui asesmen psikolog profesional, untuk menghindari risiko salah sasaran,” ungkapnya.

Sebagai lembaga yang bertanggung jawab terhadap perlindungan hak anak, KPAI menyatakan akan terus melakukan pengawasan dan advokasi terhadap program-program pendidikan anak, untuk memastikan bahwa mereka selaras dengan prinsip-prinsip perlindungan anak dan mendukung pencapaian generasi emas 2045.

error: Content is protected !!