Muasal

Alun-Alun Tasikmalaya dan Jejak Perjuangan Mak Eroh-Abdul Rozak

×

Alun-Alun Tasikmalaya dan Jejak Perjuangan Mak Eroh-Abdul Rozak

Sebarkan artikel ini
Alun-Alun Tasikmalaya dan Jejak Perjuangan Mak Eroh-Abdul Rozak
Doc. Foto: muhmdrpn.wordpress.com

KOROPAK.CO.ID – Di jantung Kota Tasikmalaya, berdiri sebuah ruang publik yang tak sekadar menjadi tempat bersantai, tetapi menyimpan denyut sejarah dan semangat perjuangan warganya.

Alun-Alun Kota Tasikmalaya, yang telah menjadi pusat kehidupan sosial sejak masa kolonial, kini menjelma sebagai simbol kolaborasi antara warisan masa lalu dan wajah kota yang terus berkembang.

Berdampingan dengan Masjid Agung dan Taman Kota, Alun-Alun Tasikmalaya sejak dahulu telah menjadi medan pertemuan rakyat dan penguasa. Di masa Hindia Belanda, ia berfungsi sebagai arena upacara dan pengumuman penting.

Ruang ini juga menjadi titik temu yang mempersatukan warga dari berbagai kalangan. Fungsinya tak pernah benar-benar berubah, hanya bertransformasi mengikuti zaman.

Dilansir dari laman Good News From Indonesia, salah satu titik paling mencolok di tengah alun-alun hari ini adalah tugu pahlawan lokal yang memvisualisasikan dua sosok luar biasa, Mak Eroh dan Abdul Rozak.

Mereka bukan pejuang bersenjata, tetapi pahlawan lingkungan dan pertanian, dua bidang yang menjadi urat nadi kehidupan masyarakat Tasikmalaya.

Mak Eroh berasal dari Kampung Pasirkadu, Desa Santana Mekar, Kecamatan Cisayong. Seorang petani sederhana yang dengan semangat dan alat seadanya, belincong, linggis, dan cangkul, membangun saluran irigasi sejauh lima kilometer di lereng Gunung Galunggung. Aksi soliter itu bermula pasca letusan gunung yang menyebabkan kekeringan lahan.

Berkat ketekunannya, aliran air kembali menyuburkan tanah, membuka jalan bagi keberlanjutan pertanian. Atas jasanya, pada tahun 1988, ia dianugerahi Kalpataru oleh Presiden Soeharto, dan prestasinya bahkan diakui oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).

Sosok kedua adalah Abdul Rozak, warga Kampung Pesanggrahan, Kelurahan Neglasari. Pada tahun 1960, ia memulai proyek ambisius, yakni menggali terowongan sepanjang 200 meter di bawah bukit untuk mengalirkan air ke sawah warga.

Baca: Alun-Alun Dadaha Resmi Dibuka, Simbol Kemajuan Kota Tasikmalaya

Tanpa dana negara, hanya bermodal kepercayaan dan gotong royong masyarakat, terowongan itu rampung. Hasilnya, petani di sekitarnya mampu panen hingga tiga kali dalam setahun. Ia pun dianugerahi Kalpataru pada tahun 1987.

Tugu yang menggambarkan keduanya kini berdiri gagah menghadap selatan, memegang bendera bertuliskan “Sukapura Ngagaung”, sebuah seruan untuk menggema dan menggugah kembali semangat daerah.

Di bawah patung tersebut, ada relief menggambarkan dinamika kehidupan masyarakat Tasikmalaya dari kegiatan keagamaan, pendidikan, hingga kerajinan tangan seperti payung geulis dan batik. Namun ironisnya, meskipun tugu ini menyimpan nilai sejarah yang besar, banyak warga masih belum mengetahui siapa sosok di balik patung itu.

Selain itu, minimnya informasi atau papan keterangan membuat warisan inspiratif ini nyaris luput dari perhatian generasi muda. Sebagian masyarakat berharap adanya plang atau prasasti yang menjelaskan identitas dan kisah dua tokoh tersebut, agar tugu ini benar-benar menjadi sarana edukasi publik.

Transformasi besar Alun-Alun Tasikmalaya dimulai pada tahun 2023 di bawah komando Gubernur Jawa Barat saat itu, Ridwan Kamil. Dengan anggaran sebesar Rp10 miliar, pemerintah melakukan revitalisasi besar-besaran menambah jalur jogging, taman hijau, area bermain anak, dan ruang interaksi yang lebih terbuka.

Wajah alun-alun menjadi lebih ramah, inklusif, dan estetis—mampu menampung semangat lama dalam balutan baru. Revitalisasi ini tidak hanya memperindah kota, tetapi juga menghidupkan kembali perekonomian lokal.

Pedagang kaki lima, pelaku UMKM, hingga seniman lokal turut merasakan denyut manfaatnya. Ruang ini kini menjadi panggung pertunjukan budaya, tempat piknik keluarga, dan ruang kontemplatif warga kota.

Alun-Alun Kota Tasikmalaya adalah cerminan kota yang bergerak maju tanpa melupakan akar. Ia bukan sekadar ruang terbuka, melainkan kapsul waktu yang menyatukan semangat masa lalu dan aspirasi masa depan.

Di balik hijaunya taman dan ramainya pengunjung, berdirilah kisah Mak Eroh dan Abdul Rozak, kisah keberanian, keringat, dan gotong royong yang semestinya terus bergema dalam setiap langkah pembangunan.

error: Content is protected !!