Muasal

Gunung Rinjani dan Misteri Ekspedisi Fruhstorfer di Akhir Abad 19

×

Gunung Rinjani dan Misteri Ekspedisi Fruhstorfer di Akhir Abad 19

Sebarkan artikel ini
Gunung Rinjani dan Misteri Ekspedisi Fruhstorfer di Akhir Abad 19
Doc. Foto: GNFI

KOROPAK.CO.ID – Gunung Rinjani, menjulang megah di pulau Lombok, Nusa Tenggara Barat, kini menjadi salah satu destinasi wajib bagi para pendaki Indonesia.

Namun jauh sebelum jalur pendakian ditata rapi dan para pendaki membanjiri lerengnya setiap musim kemarau, gunung setinggi 3.726 meter ini telah lebih dulu menarik perhatian penjelajah dari belahan dunia lain.

Salah satu tokoh awal yang tercatat menapaki lereng Rinjani adalah Hans Fruhstorfer, seorang penjelajah dan peneliti kupu-kupu asal Jerman. Pada akhir abad ke-19, tepatnya sekitar tahun 1896, Fruhstorfer melakukan ekspedisi ke Lombok sebagai bagian dari perjalanannya mengelilingi wilayah Hindia Belanda.

Nama Fruhstorfer memang tidak asing dalam catatan penjelajahan ilmiah. Sebelumnya, ia telah menelusuri Kepulauan Canary dan Ceylon (kini Sri Lanka), serta menetap di Jawa selama tiga tahun, jauh lebih lama dari rencana awalnya. Ketertarikannya pada keanekaragaman hayati serta keramahan masyarakat setempat membuatnya memperpanjang tinggal.

Namun, gairah Fruhstorfer menjelajah Nusantara tak berhenti di Jawa. Ia kembali ke kepulauan ini dan memilih Lombok sebagai tujuan berikutnya. Bersama tim berjumlah 20 orang, ia menetap selama tiga bulan di pulau yang kala itu belum ramai dijamah ekspedisi Barat.

Baca: Misteri Gunung Pulosari dan Jejak Kerajaan Pertama Nusantara

Dalam salah satu laporan kuno di surat kabar Java-bode edisi 9 September 1896, disebutkan bahwa Fruhstorfer mendaki Gunung Rinjani dan mencapai puncaknya.

Ia menuliskan kekagumannya saat menyaksikan danau kawah dari ketinggian, fenomena alam yang mengukuhkan kesan Rinjani sebagai mahakarya geologi tropis. Ia bahkan meyakini bahwa dialah orang Eropa pertama yang berhasil mencapai puncak Rinjani.

Namun, pendakian ini bukan semata untuk keindahan. Fruhstorfer juga membawa misi ilmiah. Ia mencatat keunikan fauna Lombok, yang berbeda secara mencolok dari Jawa dan Bali. Temuannya sejalan dengan teori Alfred Russel Wallace tentang garis imajiner pemisah wilayah zoologi Asia dan Australasia yang kini dikenal sebagai Garis Wallace.

Menariknya, Fruhstorfer menyebut bahwa spesies burung di Lombok menunjukkan karakter khas Australasian, sementara serangga yang ia temui tetap memiliki ciri Asia. Observasi ini memperkaya literatur zoologi saat itu dan memperkuat gagasan tentang keragaman hayati Nusantara.

Gunung Rinjani, dalam catatan Fruhstorfer, bukan sekadar tantangan fisik, tetapi juga laboratorium alam terbuka yang menyimpan petunjuk penting tentang pembagian kehidupan di Bumi. Dan hingga kini, pendaki yang menapaki jalur Rinjani tak hanya menapak jejak tanah, tapi juga menapaki jejak sejarah yang pernah dilalui seorang ilmuwan di masa lampau.

error: Content is protected !!