Seni Budaya

Para-Para dan Jejak Leluhur yang Menjaga Harmoni di Tanah Papua

×

Para-Para dan Jejak Leluhur yang Menjaga Harmoni di Tanah Papua

Sebarkan artikel ini
Para-Para dan Jejak Leluhur yang Menjaga Harmoni di Tanah Papua
Doc. Foto: GNFI

KOROPAK.CO.ID – Di sebuah lembah tenang di Distrik Waibu, Kabupaten Jayapura, berdiri bangunan kayu yang diam-diam menyimpan denyut kehidupan sosial masyarakat Dondai. Ia bukan rumah tinggal biasa. Namanya Para-Para, rumah adat yang bukan untuk tidur, melainkan untuk menyatukan suara, menyambung warisan, dan menjaga perdamaian.

Para-Para adalah mahakarya budaya Suku Dondai, warisan arsitektural yang menyimpan fungsi lebih dalam daripada dinding dan atapnya. Dibangun di atas 11 tiang kayu besar, dengan atap tiga tingkat yang melambangkan tiga garis leluhur, Dike, Walli, dan Daimoe, rumah ini tak hanya memayungi ruang, tetapi juga memayungi makna.

Di dalamnya, tak ada kotak suara, tak ada mayoritas. Hanya suara mufakat yang dituntun oleh Ondoafi, tetua adat yang dipercaya bukan karena jabatan, melainkan karena kebijaksanaan.

Di sinilah keputusan tentang pernikahan, panen, hingga konflik antarkampung diambil bukan dengan suara keras, tetapi dengan suara hati dan simbol-simbol adat yang sarat makna.

Dinding Para-Para dipahatkan kisah: manusia, burung surga, dan makhluk mitos lain menghiasi setiap sudutnya. Ukiran ini bukan hiasan kosong, melainkan cerita turun-temurun, pengetahuan tak tertulis yang menjembatani generasi.

Baca: Mengenal Suku Awyu, Figur Sentral dalam Gerakan All Eyes on Papua

Sebagaimana dicatat oleh Papua Cultural Foundation (2022), ukiran itu adalah “bahasa sunyi leluhur”, mengisahkan asal-usul dan menjawab soal masa depan.

Namun, rumah ini tengah bergulat dengan waktu. Modernisasi dan minimnya pelestarian menjadikan banyak Para-Para tergantikan oleh bangunan semen yang kaku. Data Yayasan Ekowisata Papua (2023) mencatat: dari 20 Para-Para yang ada dua dekade lalu, kini hanya tersisa tujuh. Tujuh suara terakhir dari warisan leluhur yang nyaris senyap.

Para-Para bukan hanya bangunan. Ia adalah cara hidup. Di saat dunia terbelah oleh perbedaan, rumah ini menunjukkan bahwa dialog, musyawarah, dan rasa hormat bisa menjadi fondasi komunitas yang kuat.

Jika kita ingin membangun masa depan yang berpijak pada kearifan lokal, maka melestarikan Para-Para bukan pilihan—melainkan keharusan. Sebab, dalam tiangnya yang kokoh dan ukirannya yang halus, tersimpan pelajaran tentang bagaimana hidup bersama dalam damai, tanpa perlu mendominasi.

error: Content is protected !!