Actadiurna

Kuota PPPK Minim, Guru Non-ASN Menumpuk di Kabupaten Tasik

×

Kuota PPPK Minim, Guru Non-ASN Menumpuk di Kabupaten Tasik

Sebarkan artikel ini
Kuota PPPK Minim, Guru Non-ASN Menumpuk di Kabupaten Tasik
Doc. Foto: Ilustrasi/ANTARA

KOROPAK.CO.ID – TASIKMALAYA – Persoalan kekurangan tenaga pendidik berbasis ASN di Kabupaten Tasikmalaya kembali mencuat. Bupati Tasikmalaya, Cecep Nurul Yakin mengungkapkan keprihatinannya atas ketidakseimbangan antara rekrutmen ASN dengan kebutuhan nyata di lapangan, khususnya di sektor pendidikan.

Cecep mengungkap, kondisi akut terjadi di sejumlah sekolah yang hanya memiliki kepala sekolah sebagai satu-satunya ASN. Wilayah seperti Karangjaya dan Pameutingan disebutnya sebagai contoh nyata ketimpangan tersebut.

“Ada sekolah yang ASN-nya hanya kepala sekolah. Gurunya bukan. Mereka mengabdi tanpa penghasilan yang layak. Bagaimana bisa maksimal mendidik anak-anak bangsa dalam situasi seperti ini?” ujar Cecep dilansir dari laman RRI pada Minggu (29/6/2025).

Pernyataan itu disampaikannya usai melakukan tinjauan terhadap kondisi pendidikan di beberapa wilayah kabupaten. Menurutnya, ketimpangan tersebut bukan semata akibat kelalaian daerah, melainkan karena terbatasnya kuota rekrutmen ASN dan PPPK (Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja) dari pemerintah pusat.

“Besok akan diumumkan hasil tes PPPK. Pendaftar ribuan, tapi kuotanya bahkan tidak lebih dari seratus. Jelas ini sangat jauh dari kebutuhan riil,” kata Cecep.

Baca: Meski Ikut Retreat di IPDN, Cecep-Asep Tetap Pegang Kendali Pemerintahan Tasikmalaya

Situasi ini menyorot kembali kompleksitas sistem pengadaan ASN yang, sejak reformasi birokrasi bergulir awal 2000-an, semakin terpusat pada mekanisme nasional. Pemerintah daerah, meskipun memiliki data kebutuhan paling akurat di lapangan, hanya sebatas pengusul kuota, tanpa wewenang dalam menentukan jumlah formasi secara langsung.

“Kami sudah mengajukan kuota sesuai dengan kebutuhan, tapi kewenangan penuh tetap di pusat. Mudah-mudahan ke depan, kebijakan ini bisa lebih fleksibel dan berpihak pada kebutuhan daerah,” ujar Cecep.

Fenomena ini bukan baru. Ketimpangan distribusi ASN di sektor pendidikan telah menjadi masalah sistemik yang mencuat sejak otonomi daerah diberlakukan pada awal abad ke-21. Meski tujuan awal desentralisasi adalah pemerataan pelayanan publik, dalam praktiknya, sektor pendidikan di daerah kerap terpinggirkan karena ketergantungan pada kebijakan pusat.

Dengan sorotan Bupati Cecep ini, publik kembali diingatkan bahwa di tengah semangat reformasi birokrasi dan digitalisasi pelayanan, masih ada ruang-ruang kelas yang lengang dari guru berstatus ASN. Mereka yang tetap mengabdi meski tanpa jaminan penghasilan tetap, menjadi wajah keteguhan sekaligus ironi pendidikan di pelosok negeri.

error: Content is protected !!