Nirwan Dewanto, Aktivis yang Jadi Penulis Produktif

Koropak.co.id, 05 September 2022 07:18:11
Penulis : Fauziah Djayasastra
Nirwan Dewanto, Aktivis yang Jadi Penulis Produktif


Koropak.co.id, Jakarta - Nirwan Dewanto adalah budayawan yang juga dikenal sebagai aktor, kurator, penulis esai, sekaligus penyair. Pria kelahiran Surabaya, 28 September 1961 ini mulai dikenal karena memerankan tokoh Albertus Soegijapranata dalam film biopik Soegija (2012) yang disutradarai Garin Nugroho.

Nirwan mulai berkecimpung di dunia tulis-menulis sejak duduk di bangku SMA. Beberapa puisinya dimuat di majalah Kuncung dan Kartini. Selama kuliah di Institut Teknologi Bandung (ITB) dari 1980 hingga 1987, dia dikenal sebagai mahasiswa pro-demokrasi dan memimpin Gerakan Apresiasi Sastra (GAS) ITB.

Usai lulus dengan gelar Sarjana Geologi, dia pindah dan bermukim di Jakarta. Pada tahun 1990-an, dia sempat menjabat sebagai redaktur sastra majalah Horison, saat itu redaksinya dipimpin oleh Goenawan Mohamad. 

Tahun 1991, kiprah Nirwan di bidang kesenian dimulai saat ia menjadi pembicara pada acara Konferensi Budaya Nasional. Setelahnya, dia dikenal sebagai sosok yang banyak membicarakan budaya. 

Di tahun 1994, dia menjadi redaktur majalah Kalam. Dua tahun kemudian, menerbitkan kumpulan esai yang diberi judul Senjakala Kebudayaan. Dia juga tercatat menduduki kursi juri dalam debut penghargaan Kusala Sastra Khatulistiwa pada tahun 2001, dan di kemudian hari dia menyebut bahwa seleksi kurang baik, sehingga dewan juri terkadang menilai karya sastra secara sembarangan.



Baca: Pendiri Kerajaan, Jaka Tingkir Bukan Sosok Sembarangan


Pada tahun yang sama, Nirwan melahirkan antologi puisi berjudul Buku Cacing. Usai tidak duduk lagi di bangku juri, dia berhasil memenangkan Kusala Sastra Khatulistiwa di tahun 2008 untuk buku antologi puisinya yang berjudul Jantung Ratu Lebah, penghargaan ini juga mencakup honorarium senilai Rp100 juta. Seno Gumora Ajidarma, penulis sekaligus juri, menyebut karya Nirwan tersebut adalah karya monumental.

Pada tahun 2010, Nirwan kembali melahirkan antologi puisi berjudul Buli-Buli Lima Kaki dan kembali memenangkan Kusala Sastra Khatulistiwa 2011. Di tahun berikutnya, beberapa karyanya dipentaskan bersama musik oleh Dian HP. Nirwan dan istrinya, Nya Ina Raseuki, juga turut mengisi kegiatan tersebut. 

Bukunya yang lain adalah Kebudayaan Indonesia: Pandangan (1991), Satu Setengah Mata-Mata (2016), Buku Jingga (2017), dan Buku Merah (2018). Dimana dua buku terakhir secara dekonstruktif mengolah ragam karakter dari epos Ramayana dan Mahabharata. Tak ayal jika Buku Jingga ditetapkan sebagai buku terbaik 2018 oleh Majalah Tempo.

Nirwan juga tercatat sebagai redaktur sastra Koran Tempo selama 14 tahun sejak media itu mulai terbit pada 2001. Namun media ini menghentikan penerbitan cetaknya di penghujung tahun 2020, lantaran meningkatnya jumlah pembaca yang berlangganan koran Tempo digital. Kini, dia aktif di Komunitas Salihara yang didirikan bersama para sastrawan dan musisi seperti Goenawan Mohamad, Ayu Utami, dan Tony Prabowo.


Silakan tonton berbagai video menarik di sini: