Muasal

Lima Jajanan Legendaris Sunda yang Terus Hidup Bersama Cerita dan Kenangan

×

Lima Jajanan Legendaris Sunda yang Terus Hidup Bersama Cerita dan Kenangan

Sebarkan artikel ini
Lima Jajanan Legendaris Sunda yang Terus Hidup Bersama Cerita dan Kenangan
Doc. Foto: YouTube

KOROPAK.CO.ID – Bagi banyak orang yang tumbuh besar di Jawa Barat, suara roda gerobak yang berderit atau panggilan khas pedagang keliling bukan sekadar bunyi latar.

Ia adalah penanda waktu, memori masa kecil yang menempel kuat dan sulit terhapus. Dari halaman sekolah hingga gang sempit di kampung, jajanan tradisional Sunda selalu hadir sebagai bagian dari keseharian.

Di tengah gempuran kuliner modern dan makanan instan kekinian, sejumlah jajanan tradisional justru tetap bertahan. Bukan hanya karena rasanya, tetapi juga karena nostalgia dan kedekatannya dengan kehidupan sosial masyarakat. Berikut lima jajanan khas Sunda yang masih eksis dan dicintai hingga kini.

Cilok, Kenyal yang Tak Pernah Kehilangan Penggemar

Cilok bisa disebut sebagai legenda jajanan Sunda. Dahulu, pedagang cilok identik dengan ibu-ibu yang memikul tampah berisi cilok lengkap dengan bumbu kacang. Cilok disajikan dalam plastik kecil atau ditusuk sapu lidi, lalu disantap sambil berdiri di depan sekolah.

Kini, cilok lebih sering dijajakan menggunakan gerobak roda. Penyajiannya pun bertransformasi, ada yang disajikan dalam cup, dengan bumbu terpisah dan tusuk sate. Namun, rasa kenyal khas cilok dan gurihnya bumbu kacang tetap menghadirkan sensasi yang sama: kenangan masa kecil yang sulit dilupakan.

Cuangki, Bakso Hemat di Kala Tanggal Tua

Cuangki menjadi penyelamat banyak orang ketika uang jajan menipis. Dengan harga sekitar Rp5.000 per mangkuk, pembeli sudah mendapatkan bakso kecil, tahu, cuangki, dan sedikit mie hangat. Biasanya dijual dengan cara dipikul, dan banyak pedagangnya berasal dari Garut.

Lebih dari sekadar makanan murah, cuangki menghadirkan relasi sosial yang hangat. Penjual yang berkeliling dari gang ke gang kerap mengenal pelanggan setianya. Kedekatan inilah yang membuat cuangki punya tempat istimewa dalam ingatan kolektif masyarakat.

Tahu Bulat, dari Gerobak ke Fenomena Nasional

Baca: Bernostalgia dengan Lima Jajanan Jadul yang Tak Lekang oleh Waktu

“Tahu bulat, digoreng dadakan, lima ratusan.” Kalimat ini pernah menjadi jingle yang akrab di telinga. Penjual tahu bulat biasanya menggunakan mobil pikap dengan pengeras suara atau gerobak roda yang menyusuri gang sempit. Proses digoreng dadakan membuat aromanya cepat menarik perhatian.

Kepopuleran tahu bulat bahkan sempat menjadikannya fenomena nasional. Banyak orang rela menunggu penjual lewat demi menikmati tahu bulat panas dengan taburan bumbu pedas. Dari jajanan sederhana, tahu bulat membuktikan bahwa kreativitas dalam penyajian mampu mengangkat makanan tradisional ke level baru.

Cilung, Aci Gulung Favorit Anak Sekolah

Cilung, singkatan dari aci gulung, menjadi primadona di kalangan pelajar. Dibuat dari adonan aci yang dituang tipis, digulung menggunakan tusuk sate, lalu digoreng di wajan kecil. Tambahan saus, bubuk pedas, atau bumbu tabur membuat rasanya semakin digemari.

Dengan harga sekitar Rp5.000 untuk lima tusuk, cilung hampir selalu laris, terutama saat jam pulang sekolah. Pedagangnya kerap tak sempat berhenti menggoreng karena antrean panjang, menjadikan cilung simbol kebahagiaan sederhana versi anak sekolahan.

Basreng, Renyah Pedas yang Terus Berinovasi

Basreng atau bakso goreng adalah camilan serba waktu. Bakso kecil digoreng hingga renyah, lalu diberi bumbu tabur pedas atau gurih. Kini, basreng hadir dalam berbagai inovasi, dari level pedas ekstrem hingga kemasan modern yang dijual secara daring.

Meski begitu, basreng gerobakan tetap memiliki daya tarik tersendiri. Menikmati basreng hangat langsung dari tangan pedagang memberikan sensasi yang sulit digantikan oleh produk kemasan.

Kelima jajanan ini bukan sekadar makanan. Mereka adalah potret budaya Sunda yang penuh kehangatan, kreativitas, dan kedekatan sosial. Di tengah derasnya arus kuliner modern, jajanan tradisional ini bertahan karena tiga hal: rasa, nostalgia, dan kedekatannya dengan keseharian masyarakat.

Gerobaknya mungkin berubah, penyajiannya kian modern, tetapi esensi dan kehangatannya tetap sama.

error: Content is protected !!