Actadiurna

PT Gag Nikel dan Jejak Panjang Pertambangan di Raja Ampat

×

PT Gag Nikel dan Jejak Panjang Pertambangan di Raja Ampat

Sebarkan artikel ini
PT Gag Nikel dan Jejak Panjang Pertambangan di Raja Ampat
Doc. Foto: Inusa

KOROPAK.CO.ID – JAKARTA – Aktivitas tambang nikel oleh PT Gag Nikel di Raja Ampat, Papua Barat Daya, kembali memantik perhatian publik. Banyak pihak yang menolak aktivitas pertambangan tersebut karena dinilai dapat merusak sumber daya dan ekosistem di Raja Ampat.

Di tengah sorotan terhadap dampak lingkungan yang ditimbulkan, pemerintah memutuskan untuk menghentikan sementara operasi tambang perusahaan tersebut. Keputusan ini menjadi episode terbaru dari kisah panjang keberadaan industri tambang di kawasan konservasi laut dunia itu.

Dihentikan Sementara oleh Pemerintah

Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), melalui pernyataan Menteri Bahlil Lahadalia pada Kamis, 5 Juni 2025, menyampaikan penghentian sementara aktivitas tambang PT Gag Nikel.

Keputusan ini diambil untuk memberikan ruang bagi proses verifikasi di lapangan terkait dugaan pelanggaran lingkungan serta pertimbangan terhadap kearifan lokal masyarakat Papua. “Untuk menghindari simpang siur, operasi PT Gag Nikel kita hentikan sementara sampai ada hasil verifikasi lapangan,” ujar Bahlil.

Anak Usaha Antam dengan Sejarah Sejak 1998

PT Gag Nikel bukanlah pemain baru dalam lanskap pertambangan Indonesia. Perusahaan ini didirikan pada 19 Januari 1998, berdasarkan Kontrak Karya Generasi VII No. B53/Pres/I/1998. Awalnya, mayoritas sahamnya dimiliki oleh Asia Pacific Nickel Pty. Ltd., sementara PT Aneka Tambang Tbk. (Antam) memegang 25%.

Namun, sejak 2008, Antam mengakuisisi seluruh saham Asia Pacific Nickel, menjadikan PT Gag Nikel sepenuhnya anak usaha BUMN tersebut. Sejak itu, perusahaan terus memperluas operasional tambangnya di Pulau Gag.

Izin Diterbitkan Sebelum Kabinet Saat Ini

Baca: Menukil Kisah Penemuan Salju Abadi Puncak Jaya yang Kini Terancam Hilang

Menteri Bahlil juga menekankan bahwa izin usaha pertambangan (IUP) yang dimiliki PT Gag Nikel terbit jauh sebelum dirinya menjabat sebagai menteri.

Saat izin itu keluar, ia masih menjabat sebagai Ketua Umum Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI). “Perlu ada pemahaman yang utuh tentang waktu dan konteks dikeluarkannya izin,” kata Bahlil dalam konferensi pers di Jakarta.

Pulau Gag, Bukan Piaynemo

Salah satu perdebatan utama dalam kasus ini adalah lokasi tambang. Sebagian pihak menuding tambang berada di Pulau Piaynemo, ikon pariwisata Raja Ampat.

Namun Bahlil membantah klaim tersebut. Menurutnya, tambang beroperasi di Pulau Gag, yang berjarak sekitar 30–40 kilometer dari Piaynemo. “Pulau Gag dan Piaynemo adalah dua lokasi yang berbeda. Tidak benar jika disebut tambang berada di kawasan wisata utama,” tegasnya.

Simpul Ketegangan antara Ekonomi dan Ekologi

Kisah PT Gag Nikel merupakan potret tarik menarik antara kepentingan ekonomi dan pelestarian lingkungan. Raja Ampat, dengan reputasinya sebagai salah satu surga laut dunia, kerap menjadi arena pertarungan antara eksploitasi sumber daya alam dan upaya konservasi.

Dengan penghentian sementara ini, pemerintah membuka ruang evaluasi. Namun, sejarah panjang PT Gag Nikel menunjukkan bahwa persoalan tambang di Raja Ampat bukan isu baru.

Pertanyaan mendasarnya tetap: bagaimana menjaga keseimbangan antara pembangunan dan kelestarian lingkungan di salah satu kawasan paling sensitif ekologis di dunia?

error: Content is protected !!