Actadiurna

Dika, Penari Cilik yang Bawa Budaya Riau Mendunia

×

Dika, Penari Cilik yang Bawa Budaya Riau Mendunia

Sebarkan artikel ini

KOROPAK.CO.ID – KUANTAN SINGINGI – Tarian Pacu Jalur, sebuah ekspresi budaya yang berasal dari Kabupaten Kuantan Singingi (Kuansing), Riau, kini tengah menjadi tren global. Tradisi ini mendapat sorotan dunia setelah aksi seorang bocah penari jalur, Ryan Arkandika atau Dika, viral di media sosial.

Aksi menarinya di atas perahu Pacu Jalur memicu tren baru yang dikenal sebagai aura farming, tidak hanya di Indonesia, tetapi juga di berbagai negara.

Istilah aura farming sendiri merupakan gabungan dua konsep: aura, yang menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) berarti energi yang memancar dari seseorang atau suatu benda; dan farming, yang berarti bertani atau mengelola sesuatu secara teratur. Dalam konteks ini, aura farming mengacu pada upaya menghasilkan atau menyebarkan energi positif melalui ekspresi budaya yang autentik.

Ryan Arkandika, bocah yang menjadi ikon tren ini, diketahui telah menjadi penari jalur selama dua tahun. Saat ini ia duduk di kelas lima sekolah dasar dan memiliki cita-cita menjadi seorang tentara.

Keunikan aksinya terletak pada kemampuannya menari secara stabil di atas perahu yang sedang didayung cepat, sembari tetap menjaga irama dan ekspresi yang menghibur. Keahlian ini kemudian menarik perhatian publik, termasuk tokoh internasional dan pesepakbola ternama dari klub Paris Saint-Germain (PSG), yang ikut menirukan gerakan Dika.

Pacu Jalur sendiri adalah tradisi yang telah diwariskan secara turun-temurun di Kuansing. Berupa perlombaan dayung perahu panjang di Sungai Kuantan, tradisi ini mengandung nilai-nilai sosial, spiritual, dan budaya yang mendalam. Perahu atau jalur yang digunakan dapat menampung puluhan pemacu, dan pertunjukan tari dilakukan di atas perahu tersebut sebagai bagian dari semangat dan identitas kelompok.

Baca: Pacu Jalur, Festival Rakyat Terbesar di Riau

Festival Pacu Jalur diadakan setiap tahun, dengan puncak perayaan jatuh pada bulan Agustus. Ajang ini bukan hanya menjadi atraksi wisata, tetapi juga simbol kehormatan bagi tiap kampung yang mengirimkan timnya. Penari di atas jalur menjadi wajah semangat komunitas, membawa simbol keberanian, ketangkasan, dan keindahan budaya setempat.

Tren aura farming yang muncul dari fenomena ini menjadi bukti bahwa budaya tradisional dapat menjangkau ruang-ruang digital global. Hal ini diamini oleh Kapolda Riau, Irjen Herry Heryawan, yang turut hadir dalam gelaran Car Free Day (CFD) di Pekanbaru. Ia menyatakan bahwa aura farming bukan sekadar hiburan, tetapi juga sarana edukasi dan penguatan jati diri bangsa.

Menurutnya, tradisi Pacu Jalur adalah bentuk warisan budaya yang harus terus dilestarikan dengan pendekatan kreatif dan inklusif. Membawa budaya ke ruang publik seperti CFD dianggap sebagai upaya mempertemukan masyarakat urban dengan akar budayanya.

“Semangat pelestarian yang dibalut dalam kemasan kreatif ini membuktikan bahwa warisan budaya bukan untuk disimpan di masa lalu, melainkan dihidupkan dan dirayakan bersama di masa kini,” ungkapnya.

Fenomena aura farming yang lahir dari tarian Pacu Jalur menjadi contoh bagaimana warisan lokal dapat bertransformasi menjadi inspirasi global. Ia membuktikan bahwa tradisi bukanlah sesuatu yang statis, melainkan dinamis dan mampu beradaptasi dengan zaman.

Dengan dukungan masyarakat, pemerintah, dan kreativitas generasi muda, budaya seperti Pacu Jalur akan terus hidup, tidak hanya di sungai-sungai Kuansing, tetapi juga di hati masyarakat dunia.

error: Content is protected !!