KOROPAK.CO.ID – BANDUNG – Serangkaian kebijakan pendidikan yang diterbitkan Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, menuai penolakan dari berbagai pihak. Aturan-aturan baru yang diklaim bertujuan meningkatkan kedisiplinan dan efisiensi, justru dinilai memberatkan masyarakat dan mengganggu banyak sektor, dari pendidikan hingga ekonomi lokal.
Salah satu kebijakan paling kontroversial adalah larangan study tour bagi pelajar, yang tertuang dalam Surat Edaran Penjabat Gubernur Nomor 64 Tahun 2024. Kebijakan ini bahkan berbuntut pencopotan seorang kepala SMK di Depok karena tetap menggelar karyawisata usai Dedi resmi menjabat.
Di Bandung, larangan ini memantik gelombang protes dari pelaku industri pariwisata. Sekitar 50 bus pariwisata memadati kawasan Gedung Sate, Senin, 21 Juli 2025.
Mereka menuntut pencabutan kebijakan yang disebut telah menurunkan pendapatan hingga 60 persen. “Lebih parah dari masa pandemi,” ujar Koordinator Aksi, Herdi Sudardja sebagaimana dilansir dari laman CNN Indonesia.
Protes tak hanya datang dari sektor wisata. Sejumlah pemerintah daerah pun mengambil langkah berbeda. Wali Kota Bandung, Muhammad Farhan, misalnya, tetap mengizinkan study tour selama tidak mengganggu nilai akademik siswa. “Kegiatan ini bisa menjadi pembelajaran nonformal yang bermakna,” katanya.
Jam Masuk Sekolah 06.30, Warga Bekasi Keberatan
Tak kalah kontroversial adalah aturan jam masuk sekolah dimajukan menjadi pukul 06.30 WIB, tertuang dalam SE Nomor 58/PK.03/DISDIK tertanggal 28 Mei 2025. Aturan ini diberlakukan secara serentak mulai tahun ajaran baru, dan diserahkan ke daerah untuk teknis pelaksanaan.
Namun di Bekasi, kebijakan ini langsung mendapat resistensi. Wali Kota Tri Adhianto menyebut, banyak orang tua menyampaikan keberatan karena persiapan pagi menjadi lebih berat.
Baca: Dugaan Kehadiran KDM Saat Kericuhan Pesta Pernikahan Maut Putranya Disorot, Ini Kata Korban
“Bukan soal bangun pagi, tapi soal kesiapan anak datang ke sekolah dalam kondisi fit dan sarapan cukup,” ujar Tri sembari menambahkan bahwa jam baru justru menimbulkan kemacetan parah di jalur utama kota.
Jam Malam Pelajar, Dinilai Abai pada Tanggung Jawab Keluarga
Kebijakan lainnya yang juga diprotes adalah jam malam pelajar. Dalam SE Nomor 51/PA.03/Disdik, pelajar dilarang beraktivitas di luar rumah mulai pukul 21.00 hingga 04.00 WIB, kecuali dalam kondisi tertentu.
Forum Orang Tua Siswa (Fortusis) Jawa Barat menyatakan keberatan atas aturan tersebut. Ketua Fortusis, Dwi Subianto, menilai kebijakan itu tidak adil. “Anak sudah belajar seharian, masa malam tidak boleh keluar? Banyak juga kok yang justru dapat ide atau inspirasi di malam hari,” katanya.
Ia juga menilai pemerintah seharusnya memenuhi tanggung jawab seperti penyediaan ruang olahraga dan budaya, sebelum mengatur aktivitas anak. “Ini bukan zaman kolonial. Pemerintah harus tahu batas tanggung jawabnya,” ujarnya.
Resistensi Semakin Luas
Kritik terhadap kebijakan Gubernur Dedi Mulyadi semakin nyaring. Sejumlah pihak menilai pendekatan yang digunakan terlalu otoriter dan minim dialog publik. “Kebijakan boleh dibuat, tapi harus ada partisipasi masyarakat. Ini demokrasi, bukan komando satu arah,” kata Dwi.
Meski belum ada tanda-tanda revisi, tekanan terhadap Pemprov Jabar dipastikan meningkat jika suara penolakan terus menguat. Terutama jika kebijakan itu terbukti menimbulkan kerugian besar di sektor pendidikan dan ekonomi lokal.











