Actadiurna

Politik Pengampunan di Balik Abolisi Tom Lembong dan Amnesti Hasto

×

Politik Pengampunan di Balik Abolisi Tom Lembong dan Amnesti Hasto

Sebarkan artikel ini
Politik Pengampunan di Balik Abolisi Tom Lembong dan Amnesti Hasto
Doc. Foto: Tangkapan Layar YouTube/KostaTV

KOROPAK.CO.ID – JAKARTA – Presiden Prabowo Subianto membuat langkah politik yang langsung memantik perdebatan. Pada 30 Juli lalu, ia mengirim surat resmi ke Dewan Perwakilan Rakyat, mengusulkan abolisi untuk Thomas Trikasih Lembong, mantan menteri perdagangan yang divonis 4,5 tahun penjara dalam perkara impor gula.

Di hari yang sama, Prabowo juga mengajukan amnesti untuk Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan, Hasto Kristiyanto, yang tengah menjalani vonis 3,5 tahun penjara dalam kasus suap terkait pergantian antarwaktu caleg PDIP Harun Masiku.

Hanya sehari berselang, DPR melalui Wakil Ketua Sufmi Dasco Ahmad menyatakan seluruh fraksi menyetujui permintaan presiden.

Dari Istana, Wakil Menteri Sekretaris Negara Juri Ardiantoro menyebut kebijakan ini bagian dari upaya persatuan, bertepatan dengan peringatan HUT ke-80 Republik Indonesia. Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, dan Pemasyarakatan, Yusril Ihza Mahendra, memastikan langkah tersebut sesuai konstitusi.

Tak hanya Hasto dan Tom Lembong, total 1.116 narapidana mendapat amnesti. Tom Lembong bebas setelah menjalani 9 bulan 3 hari tahanan di Rutan Cipinang. Ia disambut meriah simpatisan, dengan mantan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan ikut mendampingi.

Baca: Ini Alasan Prabowo Beri Abolisi Tom Lembong dan Amnesti Hasto Kristiyanto

Namun di balik gegap gempita, pertanyaan besar muncul: apakah langkah ini murni ekspresi hak prerogatif presiden, atau ada aroma intervensi terhadap proses hukum?

Pemerhati kebijakan publik, Dedi Supriadi, menilai abolisi dan amnesti sah secara konstitusional, namun tak lepas dari problem etik dan politik. “Kalau dekat dengan penguasa, pidana bisa dihapus. Ini berbahaya,” ujarnya sebagaimana dilansir dari video dengan judul ‘Abolisi Tom Lembong dan Amnesti Hasto, untuk Apa?‘ yang tayang di kanal YouTube KostaTV.

Ia melihat langkah Prabowo sebagai bentuk rekonsiliasi sekaligus sinyal koreksi terhadap lembaga peradilan yang kerap kehilangan objektivitas.

Menurut Dedi, dalam kasus Lembong unsur niat jahat tak terbukti, namun hakim tetap memaksakan vonis. Ia mengingatkan, bila tren abolisi dan amnesti terus digunakan untuk merangkul lawan politik atau menutup cacat sistem hukum, kepercayaan publik terhadap penegakan hukum akan runtuh.

Dengan narasi persatuan sebagai bingkai, keputusan ini bisa dibaca sebagai hadiah kemerdekaan. Tapi di baliknya, publik bertanya: rekonsiliasi nasional atau orkestrasi kekuasaan dari balik tembok Istana?

error: Content is protected !!