KOROPAK.CO.ID – JAKARTA – Polemik pembiayaan proyek Kereta Cepat Jakarta–Bandung atau Whoosh kembali mengemuka. Kali ini, suara penolakan datang langsung dari Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa.
Ia menegaskan, utang proyek bernilai triliunan rupiah itu tidak akan dibayar menggunakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). “Utang KCIC dibiayai APBN? Saya belum dihubungi soal itu,” kata Purbaya lewat konferensi daring Media Gathering Kemenkeu 2025 di Bogor, Jumat, 10 Oktober 2025.
Pihaknya memastikan tanggung jawab keuangan ada di bawah Badan Pengelola Investasi (BPI) Danantara Indonesia, bukan negara. Menurut dia, Danantara memiliki sumber keuangan yang cukup besar untuk mengelola utang proyek tanpa mengandalkan APBN.
“Mereka punya dividen sendiri yang rata-rata bisa mencapai Rp80 triliun per tahun. Harusnya mereka yang mengatur dari situ, jangan ke kita lagi,” ujar Purbaya.
Istana tak menampik adanya dinamika tersebut. Menteri Sekretaris Negara Prasetyo Hadi mengatakan, pemerintah memang tidak berencana menggunakan APBN untuk menutup utang Whoosh.
“Beberapa waktu lalu sudah dibicarakan agar dicarikan skema supaya beban keuangan itu tidak membebani APBN,” ujar Prasetyo seusai rapat terbatas di kediaman Presiden Prabowo Subianto, kawasan Kertanegara, Jakarta, Minggu malam, 12 Oktober 2025.
Baca: Menkeu Purbaya Ingatkan Bank Himbara Jangan Gunakan Dana Rp200 T untuk Beli Dolar
Menurut Prasetyo, pembiayaan proyek akan diarahkan ke skema non-APBN melalui sinergi antarlembaga dan BUMN. Ia menilai proyek Whoosh tetap memiliki nilai strategis bagi publik, terutama dalam memperkuat konektivitas antarkota besar di Pulau Jawa.
“Justru pemerintah ingin proyek ini berkembang, tak hanya berhenti di Jakarta–Bandung, tapi bisa diperpanjang hingga Surabaya,” katanya.
Meski demikian, tarik ulur pembiayaan antara pemerintah dan Danantara memperlihatkan kerumitan warisan proyek era Jokowi itu. PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC), operator Whoosh, merupakan hasil patungan antara konsorsium BUMN Indonesia melalui PT Pilar Sinergi BUMN Indonesia (PSBI) dan mitra dari Tiongkok.
Sekitar 75 persen dana proyek berasal dari pinjaman China Development Bank, sementara sisanya modal dari pemegang saham, termasuk PT KAI, Wijaya Karya, PTPN I, dan Jasa Marga.
Kini, beban utang yang sempat menekan neraca KAI membuat BPI Danantara menyiapkan dua opsi penyelamatan: penyertaan modal tambahan atau penyerahan aset infrastruktur kepada pemerintah. Namun, pemerintah tampaknya enggan menanggung lagi beban finansial proyek yang diklaim bernilai strategis tapi belum efisien secara komersial itu.
“Kalau enak swasta, kalau rugi pemerintah yang menanggung, jangan begitu. Kita ingin ada batas jelas antara bisnis dan negara,” kata Purbaya.











