Actadiurna

Suksesi Keraton Surakarta: Tedjowulan Klaim Plt, Purbaya Disumpah Jadi PB XIV

×

Suksesi Keraton Surakarta: Tedjowulan Klaim Plt, Purbaya Disumpah Jadi PB XIV

Sebarkan artikel ini
Suksesi Keraton Surakarta: Tedjowulan Klaim Plt, Purbaya Disumpah Jadi PB XIV
Doc. Foto: FTNews

KOROPAK.CO.ID – SOLO – Suasana duka di Keraton Surakarta belum sepenuhnya surut. Baru empat hari jenazah Paku Buwono (PB) XIII dimakamkan di Imogiri, kini bara perebutan tahta kembali menyala di balik tembok keraton.

Pada Rabu, 5 November 2025, Maha Menteri Keraton Kasunanan Surakarta, Kanjeng Gusti Panembahan Agung (KGPA) Tedjowulan, mendeklarasikan diri sebagai pelaksana tugas (Plt) Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat.

Deklarasi itu disampaikan oleh juru bicaranya, KPA Bambang Ary Pradotonagoro, di Solo. “Beliau, Kanjeng Gusti Panembahan Agung Tedjowulan, mulai hari ini menjadi caretaker atau pelaksana tugas Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat,” katanya kepada wartawan.

Langkah Tedjowulan menjadi respons atas pengangkatan KGPH Purbaya sebagai Sri Susuhunan Pakubuwono (PB) XIV di hari yang sama.

Berlindung pada SKEP Kemendagri

Menurut Bambang Ary, deklarasi Tedjowulan memiliki dasar hukum yang kuat. Ia mengacu pada Surat Keputusan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Nomor 430 tentang status dan pengelolaan Keraton Surakarta.

“Pada pasal 5 disebutkan, Kasunanan Surakarta dipimpin oleh ISKS Pakubuwono XIII dan didampingi Maha Menteri Kanjeng Gusti Panembahan Tedjowulan dalam melaksanakan pengelolaan keraton, berkoordinasi dengan pemerintah pusat, provinsi, dan Kota Solo,” ujarnya.

Dengan berpulangnya PB XIII, Tedjowulan menilai peran pendamping itu kini berubah menjadi tanggung jawab sementara, sebuah masa transisi yang harus dijaga agar keraton tidak jatuh ke dalam kekosongan kepemimpinan.

Sumpah di Hadapan Jenazah

Namun, pada hari yang sama, Putra Mahkota GRM Suryo Aryo Mustiko, atau KGPH Purbaya, telah terlebih dulu mengumumkan dirinya naik tahta sebagai Sri Susuhunan Pakubuwono XIV.

Deklarasi itu berlangsung sesaat setelah upacara penghormatan terakhir kepada ayahandanya, PB XIII. Dalam suasana haru, Purbaya yang kini bergelar KGPAA Hamangkunegara Sudibya Rajaputra Narendra Mataram membacakan pidato pelepasan jenazah.

“Saya, KGPAA Hamangkunegoro Sudibyo Rajaputra Narendra Mataram, mewakili keluarga menyampaikan kepada anda semua yang telah berkenan hadir untuk memberi penghormatan kepada almarhum,” ujarnya.

Tindakan Purbaya mendapat dukungan dari Gusti Kanjeng Ratu (GKR) Timoer Rumbaikusuma Dewayani, kakak tertuanya. Menurut GKR Timoer, sumpah yang diucapkan adiknya di hadapan jenazah sang ayah bukanlah pelanggaran adat, melainkan bagian dari tradisi Mataram yang sudah berlangsung turun-temurun.

“Apa yang dilakukan Adipati Anom Hamangkunegoro adalah sesuai dengan adat Kasunanan. Sumpah di hadapan jenazah ayahanda adalah simbol kesetiaan, bukan pelanggaran adat,” ujarnya.

Baca: Jejak Terakhir PB XIII, Perjalanan Sunyi Sang Raja ke Peristirahatan Para Leluhur di Imogiri

Ia menambahkan, dengan diucapkannya sumpah itu, Kasunanan Surakarta tidak mengalami kekosongan kekuasaan. “Segala prosesi adat dan tanggung jawab pemerintahan keraton tetap berjalan sebagaimana mestinya, di bawah pimpinan raja baru, Sampeyandalem Ingkang Sinuhun Kangjeng Susuhunan Pakoe Boewono XIV,” kata GKR Timoer.

Tedjowulan: “Jangan Ribut, Nanti Diambil Pemerintah”

Dari pihak lain, Tedjowulan, yang juga adik almarhum PB XIII, menanggapi deklarasi Purbaya dengan tenang namun tegas. “Boleh saja semua orang ngomong seperti itu, tetapi dasar yang digunakan dari Kemendagri kan ada, intinya apa. Monggo saja, tapi saya selaku yang tertua di situ,” ujarnya kepada wartawan, dikutip dari Antara, Kamis (6/11/2025).

Tedjowulan berharap semua pihak menjaga kondusivitas. “Harapan saya ke depan seperti apa, jangan cuma ribut saja, enggak suka saya. Saya kan enggak pernah mau ngomong ke mana-mana, ya untuk menjaga kerukunan semua. Undang-undang ada, jangan ribut saja, nanti diambil pemerintah loh. Kita mau apa,” tuturnya.

Ia menegaskan akan segera mengumpulkan seluruh kerabat keraton untuk membahas suksesi secara damai.

“Atas dasar Keputusan Menteri Dalam Negeri, saya sebagai Maha Menteri Keraton Surakarta, dengan surutnya (meninggalnya) PB XIII diharapkan nanti saya mengumpulkan semua putra-putri PB XII dan PB XIII untuk menata bersama-sama agar tidak terjadi friksi yang tidak baik,” katanya.

Rencana pertemuan itu akan digelar hingga masa peringatan 40 hari wafatnya PB XIII.

Antara Adat dan Administrasi

Pertikaian dua kubu di Keraton Surakarta bukan peristiwa baru. Selama hampir dua dekade, dualisme kepemimpinan kerap muncul di tengah tarik-ulur antara adat keraton dan aturan administratif negara.

Kini, situasi itu terulang dengan wajah baru. Di satu sisi, Tedjowulan mengusung dasar legalitas Kemendagri. Di sisi lain, Purbaya berdiri di atas legitimasi adat dan restu keluarga.

Di tengah tembok bata merah dan aroma dupa yang belum padam sejak upacara pemakaman, dua kekuasaan kembali berhadap-hadapan di jantung Keraton Surakarta.

Sementara rakyat Solo hanya bisa berharap, di antara deretan singgasana dan sejarah panjang Mataram, keraton akhirnya menemukan satu suara, agar tahta tidak lagi menjadi sumber sengketa, melainkan simbol kearifan.

error: Content is protected !!