Actadiurna

Pemeriksaan Nadiem Makarim dan Babak Baru Kasus Chromebook

×

Pemeriksaan Nadiem Makarim dan Babak Baru Kasus Chromebook

Sebarkan artikel ini
Pemeriksaan Nadiem Makarim dan Babak Baru Kasus Chromebook
Doc. Foto: BeritaNasional

KOROPAK.CO.ID – JAKARTA – Dalam durasi yang melelahkan dan suasana yang sarat pengawasan, mantan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, Nadiem Anwar Makarim, akhirnya menjalani pemeriksaan perdana sebagai saksi dalam perkara dugaan korupsi pengadaan laptop Chromebook yang menyedot anggaran Rp9,9 triliun selama periode 2019–2022.

Sosok yang pernah digadang sebagai arsitek transformasi digital pendidikan Indonesia itu tiba di Gedung Bundar Kejaksaan Agung tepat pukul 09.09 WIB. Ia baru keluar dari ruang pemeriksaan hampir 12 jam kemudian, dengan wajah letih dan raut menahan beban publikasi yang kian tajam.

Pemeriksaan ini menandai titik balik dalam penyelidikan yang telah berjalan selama beberapa bulan. Fokus Kejaksaan tertuju pada pergeseran mendadak arah kebijakan pengadaan, dari sistem operasi Windows ke Chromebook, yang disebut-sebut tidak sejalan dengan hasil kajian awal Kemendikbudristek.

“Saya hadir sebagai warga negara yang percaya bahwa penegakan hukum yang adil dan transparan adalah pilar penting demokrasi,” ujar Nadiem di hadapan wartawan, dalam pernyataan singkat yang tidak membuka ruang tanya jawab.

Rambutnya sedikit kusut, kemeja krem yang dikenakan tak lagi serapi saat pagi hari. Namun satu hal yang ia jaga: sikap kooperatif dan kehati-hatian dalam memilih kata. Ia tahu, setiap kalimat bisa menjadi fragmen penting dalam rekam jejak sejarah dirinya dan kementerian yang pernah ia pimpin.

Di hadapan tim penyidik Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus), Nadiem menghadapi 31 pertanyaan kunci. Penyidik mendalami pengetahuan dan keterlibatannya dalam proses kebijakan yang menggiring proyek ini ke tangan vendor Chromebook.

Menurut Kejaksaan, satu momen krusial yang menjadi titik fokus adalah rapat internal Kemendikbudristek pada Mei 2020. Di sinilah arah kebijakan bergeser. Kajian yang pada April 2020 menilai Windows lebih layak, tiba-tiba berubah pada Juni. Chromebook dinilai lebih unggul, dan pada akhirnya dipilih untuk proyek pengadaan besar-besaran.

Baca: Menteri Nadiem Bantas Legalkan Praktik Seks Bebas dan Zina di Perguruan Tinggi

Pergeseran inilah yang kini didalami: siapa pengambil keputusan, dan apakah rekomendasi teknis diabaikan? Apalagi, Kejaksaan menyebut telah ada uji coba 1.000 unit Chromebook di masa Menteri sebelumnya, yang menyimpulkan bahwa sistem itu tidak cocok digunakan di wilayah 3T (terdepan, terluar, tertinggal) karena kendala jaringan.

Dalam konferensi pers sebelumnya, Nadiem telah memberikan klarifikasi. Menurutnya, proyek Chromebook yang digelar di masanya berbeda konteks dari uji coba pada 2018–2019. Uji coba tersebut dilakukan di masa Menteri Muhadjir Effendy, dan fokus pada daerah 3T. Sedangkan, proyek Chromebook era Nadiem menyasar sekolah-sekolah yang sudah terhubung jaringan internet stabil.

Ini menjadi perdebatan historis yang menarik: apakah dua kebijakan itu memang berbeda arah dan tujuan, atau ada benang merah kelalaian yang diabaikan? Jawaban atas pertanyaan ini akan menjadi bagian penting dari penyidikan lanjutan.

Meski tekanan publik kian tinggi, Nadiem tetap menaruh penghormatan kepada proses hukum. Ia menyebut tim penyidik bekerja dalam koridor keadilan dan transparansi.

Baginya, menjaga kepercayaan publik terhadap institusi pendidikan jauh lebih penting ketimbang mempertahankan reputasi pribadi. “Terima kasih dan izinkan saya pulang karena keluarga saya telah menunggu,” ujarnya lirih.

Dengan berakhirnya pemeriksaan perdana ini, kasus Chromebook memasuki fase krusial. Sejarah akan mencatat bukan hanya apa yang terjadi dalam proyek itu, tetapi juga bagaimana bangsa ini menegakkan integritas dalam dunia pendidikan di tengah godaan kekuasaan dan kompleksitas birokrasi.

error: Content is protected !!