Memoar

Ajip Rosidi, Sastrawan Sunda yang Serba Bisa

×

Ajip Rosidi, Sastrawan Sunda yang Serba Bisa

Sebarkan artikel ini

 

Koropak.co.id – Ajip Rosidi merupakan seorang sastrawan dan pengarang yang terkenal serba bisa. Pria kelahiran Jatiwangi, Cirebon, Jawa Barat pada 31 Januari 1938 lalu itu menikah dengan Patimah ketika berusia 17 tahun atau tepatnya pada 6 Agustus 1955.

Dari hasil pernikahannya, pasangan itu pun dikaruniai enam orang anak diantaranya Nunun Nuki Aminten, Titi Surti Astiti, Uga Perceka (laki-laki menikah dengan gadis Jepang yang masuk agama Islam), Nundang Rundagi, Rangin Sembada, dan Titis Nitiswari.

Dilansir dari ensiklopedia.kemdikbud.go.id, Ketika usia Ajip Rosidi baru dua tahun, kedua orangtuanya berpisah, sehingga dia pun diasuh oleh neneknya (dari pihak ibu), kemudian oleh pamannya (dari pihak bapak) yang bermukim di Jakarta.

Meskipun pada saat itu ia hidup dengan sangat sederhana, namun hal itu dijadikannya sebagai cambuk agar bisa meningkatkan taraf hidupnya. Hingga pada akhirnya, dia berhasil mengembangkan kariernya di bidang seni sastra, baik sastra Indonesia maupun sastra Sunda di bidang penerbitan, dan ketika berada di Jepang di bidang pengetahuan bahasa Indonesia.

Ajip Rosidi sendiri merupakan tokoh di segala bidang yang masih muda usianya jika dibandingkan dengan tokoh-tokoh sastra terkenal pada zaman itu. Ajip Rosidi mengawali pendidikan dasarnya di Jatiwangi, kemudian dilanjutkan ke SMP di Majalengka, Bandung, dan Jakarta.

Selanjutnya, dia pun menempuh pendidikan SMA di Jakarta, akan tetapi tidak berijazah. Meskipun tidak berpendidikan tinggi, Ajip Rosidi sangat aktif dalam dunia sastra. Tercatat sejak berusia 15 tahun (SMP), ia sudah sanggup menjadi pengasuh majalah Soeloeh Peladjar. Kemudian pada usia 17 tahun ia menjadi redaktur majalah Prosa.

Ajip Rosidi juga merupakan orang yang tidak sepi dengan pekerjaan. Bahkan pada tahun 1971 hingga 1981, ia memimpin Penerbit Dunia Pustaka Jaya.

Selain itu, di tahun 1973 hingga 1979 Ajip juga memimpin Ikatan Penerbit Indonesia dan di tahun 1973 hingga 1981 ia juga terpilih sebagai Ketua Dewan Kesenian Jakarta. Setelah berkecimpung dalam dunia seni dan penerbitan di Indonesia, pada tahun 1980-an Ajip pun memutuskan untuk merantau ke Jepang.

 

 

Baca : Sastrawan Achdiat Karta Mihardja dan Karyanya; Novel Atheis

Di sana, dia diangkat sebagai guru besar tamu di Osaka Gaikokugo Daigaku (Universitas Bahasa-Bahasa Asing Osaka), guru besar luar biasa di Kyoto Sangyo Daigaku (Universitas Industri Kyoto), di Tenri Daigaku (Universitas Tenri), dan di Osaka Gaidai (Osaka University of Foreign Studies).

Sejak tahun 1989, Ajip berhasil memberikan Hadiah Sastra Rancage kepada sastrawan atau budayawan daerah yang telah berjasa dalam bidang sastra dan budaya daerah, khususnya Sunda dan Jawa. Bersama beberapa sastrawan dan budayawan Sunda, Ajip berhasil menyusun Ensiklopedi Kebudayaan Sunda (2001).

Sementara itu, kariernya di bidang sastra dimulai sejak ia bersekolah di sekolah dasar. Bahkan saat kelas enam SD ia sudah menulis dan tulisannya dimuat dalam surat kabar Indonesia Raya. Kemudian ketika ia berusia empat belas tahun, karya-karyanya dimuat dalam majalah Mimbar Indonesia, Siasat, Gelanggang, dan Keboedajaan Indonesia.

Ajip Rosidi juga turut menulis puisi, cerita pendek, novel, drama, terjemahan, saduran, kritik, esai, dan buku yang erat kaitannya dengan bidang ilmu yang dikuasainya, baik dalam bahasa daerah maupun bahasa Indonesia.

Karya pertamanya Tahun-Tahun Kematian diterbitkan oleh Penerbit Gunung Agung (1955) kemudian disusul oleh Pesta yang diterbitkan oleh Penerbit Pembangunan (1956), dan Di Tengah Keluarga yang diterbitkan oleh Penerbit Balai Pustaka (1956).

Sementara itu, dilansir dari merdeka.com, berbagai penghargaan pun berhasil diraih Ajip selama dirinya berkarir seperti dalam Kongres Kebudayaan tahun 1957 di Denpasar, ia mendapat Hadiah Sastra Nasional untuk sajak-sajak yang ditulisnya di tahun 1955-1956.

Kemudian juga dalam Kongres Kebudayaan tahun 1960 di Bandung, ia kembali mendapat Hadiah Sastra Nasional untuk kumpulan cerita pendeknya yang berjudul Sebuah Rumah Buat Hari Tua. Pada tahun 1975, ia mendapat Cultural Award dari Pemerintah Australia dan tahun 1993 mendapat Hadiah Seni dari Pemerintah Republik Indonesia.

Tak hanya itu saja, di tahun berikutnya atau pada tahun 1994, Ajip terpilih sebagai salah seorang dari Sepuluh Putra Sunda yang membanggakan daerahnya dan di tahun 1988, sejumlah sahabatnya di Bandung mengadakan peringatan Ajip Rosidi 50 Tahun dengan menerbitkan buku Ajip Rosidi Satengah Abad dan masih banyak lagi penghargaan lain yang berhasil diraihnya.*

 

Lihat juga : Simak Berbagai Video Menarik Lainnya Disini

 

error: Content is protected !!