Koropak.co.id, Yogyakarta – Yogyakarta memiliki banyak sekali peninggalan candi dengan berbagai bentuk dan keunikannya masing-masing. Mulai dari candi berukuran kecil hingga besar atau pun candi bercorak Hindu dan Buddha. Salah satunya adalah Candi Abang.
Candi yang terletak di Desa Jogotirto, Kecamatan Berbah, Kabupaten Sleman, Yogyakarta ini merupakan candi berbentuk segi empat berukuran 36 x 34 meter. Candi Abang juga memiliki tinggi enam meter yang mengerucut ke atas, sehingga membuat bentuknya seperti sebuah piramida.
Berdasarkan sejarahnya, diperkirakan candi tersebut dibangun sekitar abad ke-9 dan ke-10, atau tepatnya pada zaman kekuasaan Kerajaan Mataram Kuno. Terletak tidak jauh dari Candi Banyunibo dan Candi Barong, membuat candi ini memiliki karakteristik yang sama sekali berbeda dengan candi lainnya.
Dilansir dari Liputan6.com, keunikan yang dimiliki Candi Abang ini dikarenakan tidak seperti kondisi candi pada umumnya yang tersusun dari batu dan dapat dilihat dengan jelas. Candi Abang sendiri justru lebih terlihat seperti gundukan tanah atau bukit kecil dengan rumput hijau yang subur di atasnya.
Oleh karena itulah, masyarakat banyak yang mengenal Candi Abang layaknya seperti bukit Teletubbies. Bukan tanpa alasan, sebab jika dilihat dari kejauhan, candi ini memang terlihat seperti bukit yang berada dalam film anak-anak yang pertama kalinya tayang pada 1997 hingga 2001 itu.
Disebutkan bahwa penamaan abang pada candi itu memiliki arti merah. Alasannya dikarenakan bahan utama dari Candi Abang adalah batu bata, bukan batu seperti candi pada umumnya. Batu andesit digunakan dalam pembuatan candi karena dapat bertahan lama.
Baca: Candi Badut dan Kisah Tentang Raja yang Adil Bijaksana
Salah satu yang menjadi penyebab mengapa sebagian candi ini sudah hancur, dikarenakan candinya yang dibuat dari batu bata merah yang lebih rapuh dibandingkan andesit. Sementara untuk alasan yang lainnya adalah candi ini berganti warna menjadi merah saat musim kemarau.
Di sisi lain, candi ini sudah tidak terlihat dari luar, dan hanya tampak lebih seperti bukit kecil di atas bukit. Selain itu, berabad-abad tidak digunakan dan dirawat, membuat candi tersebut tertutup hingga pada akhirnya ditumbuhi rumput.
Sayangnya tidak banyak catatan mengenai candi tersebut, alasannya dikarenakan posisinya yang terkubur. Sementara untuk catatan tertua tentang Candi Abang ini ditemukan pada laporan Raport Oudheidkundige Dienst pada 1915.
Berdasarkan data dari Balai Pelestarian Cagar Budaya Yogyakarta, di situs itu pernah ditemukan sebuah prasasti pendek pada 1932. Menurut Dr Rita Margaretha (epigraf), prasasti tersebut berisi tentang penanggalan dengan angka tahun 794 Saka atau 872 Masehi.
Candi Abang juga dipercaya sebagai tempat tinggal para dewa, karena penempatan bangunannya yang berada di puncak bukit. Pasalnya sejak zaman dahulu, masyarakat mempercayai bahwa tempat-tempat tinggi merupakan tempat suci atau tempat tinggalnya para dewa.
Disebutkan juga bahwa di Candi Abang pernah ditemukan sebuah lingga dan arca Buddha. Diketahui, lingga adalah lambang Dewa Siwa, dewa tertinggi dalam agama Hindu. Lambang Dewa Siwa di yoni itu berbentuk segi oktagonal atau segi delapan.
							










