Actadiurna

Kontroversi Program Pembinaan Anak Nakal ala Militer, Inisiatif Dedi Mulyadi Tuai Kritik

×

Kontroversi Program Pembinaan Anak Nakal ala Militer, Inisiatif Dedi Mulyadi Tuai Kritik

Sebarkan artikel ini
Kontroversi Program Pembinaan Anak Nakal ala Militer, Inisiatif Dedi Mulyadi Tuai Kritik
Doc. Foto: Viva

KOROPAK.CO.ID – BANDUNG – Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi menuai sorotan publik setelah menggulirkan kebijakan kontroversial yang berencana menyerahkan anak-anak berperilaku nakal di Kota Depok untuk dibina di institusi militer dan kepolisian.

Program ini, menurut Dedi, akan dimulai pada Mei 2025, dengan harapan membentuk kembali karakter anak-anak melalui pelatihan disiplin ala militer. Pengumuman program tersebut disampaikan Dedi saat menghadiri HUT ke-26 Kota Depok, Jumat, 25 April 2025.

Dalam sambutannya di Jalan Margonda Raya, Dedi mengatakan anak-anak yang kerap melawan orang tua, tidak mau sekolah, dan melakukan aksi ugal-ugalan di jalan akan diserahkan kepada pemerintah kota untuk kemudian dibina di barak militer atau kepolisian.

“Saya mau buat program, anak-anak yang nakal… diserahkan ke pemerintah Kota Depok untuk dibina di komplek militer dan komplek polisi. Setuju enggak?” ujar Dedi.

Dedi menuturkan, pemerintah daerah akan menyediakan anggaran untuk pembinaan selama enam bulan hingga satu tahun.

Anak-anak yang dikirim ke barak akan tetap berstatus sebagai pelajar dan menjalani pendidikan seperti biasa, hanya saja disertai pola hidup disiplin ketat seperti tidur pukul 20.00 WIB, bangun pukul 04.00 WIB, olahraga rutin, hingga kegiatan keagamaan seperti puasa Senin-Kamis dan mengaji bagi anak Muslim.

Per 2 Mei 2025, Dedi melaporkan bahwa program telah menjangkau 69 siswa bermasalah: 39 siswa SMP di Kabupaten Purwakarta dan 30 siswa SMP dan SMA di Kota Bandung. Ia mengklaim, para peserta program merasa bahagia karena kebutuhan dasar mereka terpenuhi dengan baik selama pembinaan.

Namun, kebijakan tersebut memicu gelombang kritik dari berbagai pihak. Wakil Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah, Atip Latipulhayat, menyatakan pendekatan tersebut tidak sesuai dengan sistem pendidikan nasional.

Baca: Dedi Mulyadi Suarakan Aspirasi Petani Jabar di Panen Raya

Ia menekankan pentingnya penanganan kenakalan siswa melalui guru Bimbingan Konseling (BK) dengan pendekatan edukatif, bukan militeristik. “Kami sudah punya mekanisme… termasuk kenakalan siswa, itu ditangani oleh guru BK,” kata Atip.

Ketua Komnas HAM, Atnike Nova Sigiro, turut mempertanyakan kewenangan TNI dalam melakukan pembinaan anak.

Menurutnya, jika bukan dalam konteks pelatihan karier, keterlibatan militer dalam pendidikan anak-anak bukan langkah yang tepat, apalagi jika dilakukan dalam bentuk hukuman di luar proses hukum formal. “Keliru jika itu dalam bentuk hukuman,” kata Atnike.

Wakil Ketua DPR RI, Sufmi Dasco Ahmad, mendesak agar kebijakan tersebut dikaji lebih mendalam. Ia menyebut ide Dedi sebagai “hal baru” yang belum tentu sesuai konteks pendidikan dan hak anak.

Pandangan serupa datang dari pengamat militer Khairul Fahmi dari ISESS. Ia menilai kebijakan ini berisiko secara psikologis bagi anak-anak.

Fahmi menyebut pendekatan militer bukanlah solusi bagi kenakalan remaja yang lebih banyak disebabkan oleh faktor psikososial. “Yang dibutuhkan siswa bukan barak, tapi ruang belajar yang memulihkan… Disiplin sejati lahir dari kesadaran, bukan ketakutan,” katanya.

Meskipun demikian, Gubernur Dedi tetap mempertahankan gagasannya dengan alasan menanamkan tanggung jawab dan daya saing pada anak-anak muda, yang menurutnya telah kehilangan arah dalam era digital.

Kebijakan ini kini tengah menjadi perdebatan publik dan pengujian nilai antara pendekatan disipliner ekstrem dan pendekatan edukatif yang berpihak pada hak-hak anak.

error: Content is protected !!