KOROPAK.CO.ID – JAKARTA – Isu perombakan kabinet kian menguat setelah Presiden Prabowo Subianto memberikan sinyal tegas dalam pidato peringatan Hari Lahir Pancasila, Senin, 2 Juni 2025.
Di hadapan para menteri Kabinet Merah Putih dan tokoh nasional seperti Megawati Soekarnoputri, Presiden menyampaikan pesan keras: pejabat yang tak mampu melaksanakan tugas lebih baik mundur sebelum diberhentikan.
“Semua penyelewengan dan kebocoran harus berhenti. Semua pejabat yang tidak mampu melaksanakan tugas lebih baik mundur sebelum saya berhentikan,” ujar Prabowo dari Gedung Pancasila, Kementerian Luar Negeri.
Pernyataan ini bukan hanya peringatan moral, tapi mengandung nuansa sejarah. Dalam tradisi politik Indonesia, pidato-pidato kenegaraan sering kali menjadi sinyal awal dari keputusan besar, termasuk reshuffle kabinet.
Peneliti senior BRIN, Siti Zuhro, menilai pidato Prabowo adalah momen krusial. Ia menyebut reshuffle bukan hanya layak, tapi mendesak. “Jika tidak, kepercayaan publik akan luntur. The sooner the better,” ujarnya.
Senada dengan Siti, Agung Baskoro dari Trias Politika menyebut saat ini sebagai waktu yang paling tepat untuk Prabowo mengevaluasi jajaran pembantunya.
Beberapa nama menteri bahkan telah menjadi sorotan, termasuk Budi Gunadi Sadikin (Menkes), Yandri Susanto (Menteri Desa), dan Budi Arie Setiadi (Menkop). Mereka disorot akibat kontroversi publik hingga dugaan pelanggaran etik dan hukum.
Baca: Sejarah Kabinet Pembangunan I dan Awal Era Pembangunan Indonesia
Tak hanya personalia, sejumlah pengamat juga menyoroti proyek-proyek strategis Prabowo, seperti Program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang telah menelan ratusan triliun rupiah. Arya Fernandes dari CSIS menegaskan pentingnya evaluasi terhadap pelaksanaan program, menyusul laporan BPOM tentang kasus keracunan dalam implementasinya.
Isu reshuffle juga disorot dalam konteks politik koalisi. Hubungan Prabowo-Megawati kembali mencuri perhatian setelah dua pertemuan penting pada April dan Juni 2025. Pengamat menilai manuver ini sebagai upaya menjaga stabilitas atau bahkan membangun koalisi yang lebih solid.
Partai-partai koalisi seperti Demokrat, Golkar, dan PAN memilih bersikap pasif. Mereka menegaskan bahwa hak reshuffle sepenuhnya milik presiden. “Kami percaya Presiden Prabowo tahu mana yang terbaik,” kata Andi Mallarangeng, Ketua Dewan Pakar Demokrat.
Sementara itu, elite seperti Sufmi Dasco Ahmad, Teddy Indra Wijaya, dan Prasetyo Hadi belum memberikan komentar, menambah spekulasi soal reshuffle yang mungkin tinggal menunggu waktu.
Sebagai pemimpin yang baru berjalan tujuh bulan, keputusan Prabowo soal perombakan kabinet akan menjadi ujian penting antara menjaga stabilitas politik atau menjawab ekspektasi rakyat.
Sejarah menunjukkan, reshuffle kabinet selalu menjadi bagian dari dinamika pemerintahan, terlebih saat tekanan publik dan indikator kinerja mulai dikritik secara terbuka. Seperti disampaikan Hasan Nasbi, Kepala Komunikasi Kepresidenan, “Kapan dan siapa yang akan terkena reshuffle, itu betul-betul hak prerogatif presiden.”