KOROPAK.CO.ID – JAKARTA – Kejaksaan Agung menetapkan delapan tersangka baru dalam kasus dugaan korupsi pemberian fasilitas kredit kepada PT Sri Rejeki Isman Tbk atau Sritex. Para tersangka berasal dari jajaran manajemen perbankan daerah hingga direktur keuangan perusahaan tekstil raksasa itu.
Direktur Penyidikan Jampidsus, Nurcahyo Jungkung Madyo, mengatakan, para tersangka terindikasi kuat menyalahgunakan wewenang saat memproses dan menyetujui kredit jumbo kepada Sritex, meski terdapat indikator risiko yang nyata dalam laporan keuangan perusahaan.
Yang pertama disebut adalah Allan Moran Severino, Direktur Keuangan Sritex periode 2006–2023. Ia dituding merekayasa dokumen permohonan kredit, mengajukan pencairan dana dengan underlying faktur fiktif, dan memakai dana dari Bank DKI untuk membayar utang medium term note (MTN), bukan untuk modal kerja seperti tercantum dalam perjanjian.
Nama lain yang turut dijerat adalah Babay Farid Wazadi, mantan Direktur Kredit UMKM sekaligus Direktur Keuangan Bank DKI (2019–2022). Ia disebut menyetujui kredit tanpa mempertimbangkan kemampuan Sritex membayar MTN yang segera jatuh tempo, serta tak menjalankan prinsip kehati-hatian perbankan.
Pramono Sigit, mantan Direktur Teknologi dan Operasional Bank DKI, juga dituduh ikut bertanggung jawab atas persetujuan kredit kepada Sritex dalam kapasitasnya sebagai anggota Komite A2. Ia tak mempertimbangkan beban utang Sritex yang menumpuk.
Dari Bank BJB, dua mantan pejabat tinggi turut jadi tersangka, Yuddy Renald, Direktur Utama (2019–2025), dan Benny Riswandi, SEVP Bisnis (2019–2023).
Baca: Ada Riza Chalid, Ini Daftar Lengkap 9 Tersangka Baru Skandal Migas
Yuddy disebut menyetujui tambahan plafon Rp350 miliar kepada Sritex meski laporan keuangan perusahaan tidak mencantumkan utang sebesar Rp200 miliar. Sementara Benny dinilai meloloskan kredit tanpa mengecek validitas laporan keuangan secara langsung.
Tak kalah mencolok, Supriyatno, Direktur Utama Bank Jateng (2014–2023), dianggap menyetujui kredit meski mengetahui kewajiban Sritex melampaui aset. Ia juga tidak membentuk komite kredit yang diwajibkan dalam prosedur.
Dua anak buahnya, Pujiono dan SD, masing-masing sebagai Direktur Bisnis Korporasi dan Kepala Divisi, juga disebut menyetujui pencairan dana tanpa verifikasi data dan tanpa kajian risiko yang valid.
Modus yang digunakan para tersangka dinilai mengabaikan prinsip dasar perbankan, yakni verifikasi, analisis risiko, dan kecukupan jaminan. Prosedur analisis kredit hanya berdasarkan kepercayaan pada pemaparan sepihak. Kerugian negara akibat praktik ini diperkirakan mencapai Rp1,08 triliun. “Masih dalam proses audit oleh BPK,” kata Nurcahyo.
Kejaksaan menduga pola pengucuran kredit ini berlangsung sistematis dan melibatkan kerja sama lintas bank daerah. Sritex sendiri saat kredit dicairkan tengah menghadapi krisis likuiditas dan beban utang menumpuk.