KOROPAK.CO.ID – JAKARTA – Mantan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, Nadiem Makarim, resmi ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi pengadaan laptop Chromebook senilai Rp 1,98 triliun. Kejaksaan Agung menahan pendiri Gojek itu pada Kamis, 4 September 2025, usai pemeriksaan intensif.
Kapuspenkum Kejagung, Anang Supriatna, mengatakan Nadiem ditetapkan sebagai tersangka kelima dalam perkara yang diduga merugikan keuangan negara hingga hampir Rp2 triliun. “Telah menetapkan tersangka baru dengan inisial NAM,” kata Anang di gedung Kejaksaan Agung, Jakarta Selatan.
Nadiem digelandang keluar gedung Kejagung dengan tangan diborgol dan mengenakan rompi tahanan berwarna pink. Kepada wartawan, ia membantah terlibat. “Saya tidak melakukan apa pun. Tuhan akan melindungi saya. Kebenaran akan keluar,” ujarnya lantang.
Kejagung sebelumnya menetapkan empat tersangka lain, termasuk pejabat eselon Kemendikbudristek, konsultan proyek, serta mantan staf khusus Nadiem. Direktur Penyidikan Jampidsus, Abdul Qohar, menjelaskan para tersangka diduga merancang pengadaan Chromebook sejak 2019, bahkan sebelum Nadiem dilantik.
Jurist Tan, mantan staf khusus Nadiem, disebut sebagai inisiator proyek yang melobi penunjukan konsultan dan mengatur spesifikasi laptop berbasis ChromeOS. Ibrahim Arief, konsultan proyek, diduga mengarahkan kajian teknis agar sesuai dengan rencana pengadaan.
Baca: Kejagung Tetapkan Nadiem Makarim Tersangka Kasus Pengadaan Chromebook
Sri Wahyuningsih dan Mulyatsyah, dua direktur di Kemendikbudristek, disebut memerintahkan percepatan proyek, mengubah metode e-katalog, hingga menandatangani petunjuk teknis yang mengunci penggunaan ChromeOS.
Nama Nadiem sendiri mencuat setelah penyidik menemukan rapat tertutup atau “rapat senyap” dengan Google Indonesia pada 6 Mei 2020. Dalam pertemuan daring itu, Nadiem disebut memerintahkan pengadaan TIK menggunakan Chromebook, meski proses pengadaan belum dimulai.
“Spesifikasi yang mengunci ChromeOS berpotensi melanggar Perpres dan aturan LKPP tentang pengadaan barang dan jasa pemerintah,” ujar Qohar.
BPKP kini menghitung kerugian negara, sementara Kejagung membuka peluang memeriksa aliran dana yang diduga diterima oleh para tersangka.