Koropak.co.id – Ada ragam permainan rakyat yang nyaris tiada, bahkan sudah tidak diketahui di kalangan anak muda. Satu di antaranya adalah bubu gila dari Bengkulu. Ada juga yang menyebutnya bubu gilo atau lukah gilo.
Bubu gila yang oleh masyarakat Bengkulu disebut lukah gila (atau lukah gilo) adalah permainan yang diciptakan masyarakat zaman dulu untuk hiburan rakyat, baik selepas panen ataupun di acara pernikahan.
Selain sebagai hiburan, permainan tradisional ini juga melatih ketangkasan dan menguji keterampilan dalam mengendalikan alat penangkap ikan (bubu) yang sebelumnya telah dimantrai oleh seorang pawang.
Permainan ini konon telah ada sejak ratusan tahun silam dan diciptakan oleh suku Lembak: suku yang mendiami daerah-daerah di Provinsi Bengkulu dan sebagian bermukim di Provinsi Sumatera.
Cara memainkannya, dibutuhkan peserta berjumlah delapan orang. Mereka duduk berbaris menjadi dua barisan dengan sebuah alat penangkap ikan dari rautan bambu yang dijalin dengan rotan (bubu) dan diselubungi kain (pakaian) berwarna hitam.
Baca: Cingcowong, Ritual Masyarakat Kuningan Memanggil Hujan
Mereka memegang bubu, kecuali satu orang yang bertugas memegang jalinan lidi kelapa dengan benang warna hitam, merah, dan putih. Jalinan lidi itu dipukulkan pada triplek kecil, sehingga menghasilkan bunyi-bunyian. Selain membikin suara tak-tuk tak-tuk yang riuh, dia juga merapal mantra berbahasa Lembak.
Ketika triplek dipukul dan menghasilkan bunyi, bubu yang dipegang itu sontak seperti menari dan melompat-lompat, seakan ada sesuatu tak kasatmata yang menggerakkan bubu tersebut. Pemegang bubu akan berusaha terus memegang bubu.
Gerak bubu tersebut tidak sesuka hati, melainkan sesuai dengan keinginan sang pawang. Semakin keras lidi dipukul pada triplek dan semakin keras bunyi yang dihasilkan, maka bubu akan bergerak semakin tak terkendali.
Oleh karenanya, permainan ini diberi nama Bubu Gila. Sepintas, permainan ini terkesan mirip jelangkung. Bedanya, permainan ini akan berhenti ketika bubu jatuh maupun rusak. Masyarakat Lembak percaya jika bubu tersebut digerakkan oleh roh leluhur yang mereka panggil lewat pawang ketika membacakan mantra tadi.
Untuk memainkan permainan ini tidak ada syarat khusus bagi para pemain. Hanya dibutuhkan waktu untuk mempelajari mantra sehingga hapal di luar kepala. Terutama bagi pawang, dia harus punya antisipasi jika salah satu pemain atau penonton mengalami kesurupan.
Sebab tak hanya pemain, penonton juga kadang dilibatkan untuk memegang bubu jika permainan ini punya durasi yang panjang. Biasanya hanya untuk membuktikan kepada penonton jika hal tersebut bukan rekayasa.