Koropak.co.id – Philipus Joko Pinurbo atau yang lebih dikenal dengan nama Joko Pinurbo ini merupakan penyair ulung Indonesia, kelahiran Sukabumi, Jawa Barat, 11 Mei 1962.
Pria yang akrab disapai Jokpin ini merupakan anak sulung dari tiga bersaudara, pasangan Sumardi (ayah) dan Ngasilah (ibu). Jokpin menamatkan pendidikan dasarnya dengan bersekolah di SD Mardi Yuana Warung Kiara, Sukabumi.
Setelah lulus, Jokpin melanjutkan pendidikannya ke SMP Sanjaya Babadan dan lulus pada 1976-an. Namun pada saat memasuki jenjang berikutnya, sang ayah menginginkannya untuk masuk ke seminari agar nantinya ia bisa menjadi seorang pastor.
Diketahui, seminari adalah lembaga pendidikan untuk para calon pemuka agama Katolik. Jokpin pun pada akhirnya diterima di Seminari Mertoyudan, Magelang dan lulus pada 1981-an. Alih-alih melanjutkan pendidikannya ke seminari tinggi, ia justru memilih untuk meneruskan pendidikannya ke perguruan tinggi.
Jokpin kemudian menamatkan kuliah Bahasa dan Sastra Indonesia di IKIP Sanata Dharma Yogyakarta pada 1987-an. Bahkan setelah itu, ia juga menjadi pengajar di almamaternya tersebut. Sebenarnya, Jokpin sendiri telah mempelajari puisi dan juga sajak-sajak yang dibuat oleh para sastrawan kawakan Indonesia sejak 1979-an.
Akan tetapi ia baru menulis puisi dan membukukannya dalam suatu tema “Celana” pada 1999-an, yang menurut pengakuannya belum pernah ada penyair sebelumnya yang memakai kata tersebut dalam puisinya. Menariknya dalam menulis puisi, ia kerap mencampuradukan antara realitas dengan impian.
Selain itu, puisi-puisi yang dibuat Jokpin juga merupakan perpaduan narasi, humor, dan ironi. Pasalnya, ia sangat piawai dalam menggunakan dan mengolah citraan yang mengacu pada peristiwa dan objek sehari-hari, dengan bahasa yang cair akan tetapi tajam.
Baca : Mahbub Djunaidi, Sosok Bersahaja Penuh Talenta
Tak hanya itu saja, puisi-puisinya juga banyak mengandung refleksi dan kontemplasi yang menyentuh absurditas sehari-hari. Di sisi lain, Jokpin gemar dalam mempermainkan dan mendayagunakan keunikan kata-kata bahasa Indonesia. Sehingga banyak puisinya yang hanya dapat dibaca dan dinikmati dalam bahasa Indonesia.
Tak berhenti sampai disana saja, citra religi pun dapat tampil berdampingan dengan komentar-komentar berbau sosial politik serta percakapan yang intim. Jokpin juga gemar menggunakan pencitraan yang kelihatannya klise yang jarang ditemukan dalam puisi Indonesia.
Contoh pengacuannya itu ada pada objek-objek yang biasa ditemukan sehari-hari seperti sarung, telepon genggam, kamar mandi, dan celana panjang yang merupakan ciri khas dari karya-karya Joko Pinurbo.
Sementara itu, atas pencapaiannya tersebut, tercatat Jokpin telah berhasil memperoleh berbagai penghargaan mulai dari Penghargaan Buku Puisi Dewan Kesenian Jakarta (2001), Sih Award (2001), Hadiah Sastra Lontar (2001), dan Tokoh Sastra Pilihan Tempo (2001, dan 2012).
Jokpin juga meraih Penghargaan Sastra Badan Bahasa (2002, dan 2014), Kusala Sastra Khatulistiwa (2005, dan 2015), dan South East Asian (SEA) Write Award (2014).
Penyair yang bermukim di Yogyakarta itu pun sering diundang ke berbagai pertemuan dan festival sastra. Bahkan karya-karyanya telah diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris, Jerman, Rusia dan Mandarin. Sejumlah puisinya juga telah dimusikalilasi, diantaranya oleh Oppie Andaresta dan Ananda Sukarlan.
Adapun berbagai karya yang berhasil ia ciptakan mulai dari Celana (1999), Di Bawah Kibaran Sarung (2001). Pacarkecilku (2002), Telepon Genggam (2003) Kekasihku (2004). Pacar Senja: Seratus Puisi Pilihan (2005), Kepada Cium (2007), Celana Pacarkecilku di Bawah Kibaran Sarung (2007) dan masih banyak lagi yang lainnya.











