Koropak.co.id – Berbicara tentang keanekaragaman budaya di Indonesia, kita disuguhkan oleh warisan turun-temurun yang terus hidup, menciptakan kekayaan adat, bahasa, dan tradisi di setiap sudut negeri.
Salah satu perayaan yang menarik adalah Gumbrekan Mahesa di Desa Banyubiru, Kabupaten Ngawi. Perayaan ulang tahun kerbau ini bukan hanya sebagai ungkapan syukur atas hasil panen, tetapi juga sebagai bentuk penghormatan terhadap kearifan lokal yang masih dijaga dengan cermat.
Setiap tahun, masyarakat dengan semangat tinggi menggelar ritual Gumbrekan Mahesa. Proses dimulai dengan arak-arakan kerbau yang tak mengenal aturan, menciptakan pemandangan yang memukau seperti lautan kerbau yang bergerak tanpa teratur.
Ritual ini dilengkapi dengan nasi tumpeng raksasa, yang dipersiapkan melalui gotong-royong, menghadirkan kehangatan dan kebersamaan di antara mereka. Setelah sebuah doa yang khidmat, makanan yang disajikan bersama-sama.
Baca: Topi Tradisional: Simbol Budaya dan Perjalanan Identitas di Asia
Sejumlah atribut turut memeriahkan Gumbrekan Mahesa, dari klothak yang menjadi penanda kerbau hingga pecut yang digunakan untuk mengatur pergerakan hewan.
Caping daun jati menjadi simbol perlindungan dari petir, sementara alu dan lesung, yang dahulu kala digunakan untuk menumbuk padi, kini menjadi lambang keterikatan dengan tradisi masa lalu.
Semua atribut ini membawa pesan simbolis yang mendalam, mencerminkan seni dan makna yang terkandung dalam setiap peristiwa.
Dengan demikian, Gumbrekan Mahesa tidak hanya menjadi perayaan sederhana, melainkan juga menjadi wujud dari keberlanjutan budaya dan kearifan lokal yang tetap dijaga dengan penuh kekaguman.
Baca juga: Penataan Cagar Budaya Benteng Pendem Ngawi Akan Rampung Tahun 2023