Koropak.co.id – Suku Batin Sembilan adalah kelompok masyarakat adat yang menjalani kehidupan di dalam belantara hutan dataran rendah antara Jambi dan Sumatra. Sejak masa keberadaannya sejak abad ke-7 M, mereka telah menyebar di Hutan Harapan, menggantungkan hidup dan kebudayaan mereka pada kawasan itu.
Populasi Suku Batin Sembilan di Provinsi Jambi mencapai sekitar 1.491 keluarga, tersebar di 20 desa dalam tiga kabupaten: Batanghari, Muaro Jambi, dan Sarolangun. Banyak dari mereka tinggal di desa-desa di area yang dikonsesi oleh perusahaan.
Menurut catatan sejarah, Suku Batin Sembilan dipercaya berasal dari keturunan Kesultanan Jambi. Berbeda dengan suku lain seperti Orang Rimba, Suku Batin Sembilan lebih terbuka dan cepat beradaptasi dengan pengaruh luar.
Masyarakat Batin Sembilan sudah berinteraksi dengan pendatang sejak masa pemerintahan Belanda dan menerima kedatangan orang-orang kolonial yang melakukan eksplorasi minyak bumi.
Suku Batin Sembilan yang menetap di Hutan Harapan sangatlah bergantung pada alam. Mereka masih mempraktikkan kebiasaan tradisional dan memelihara hubungan yang erat dengan alam sekitar mereka.
Hutan bagi mereka bukan sekadar tempat tinggal, melainkan lahan untuk berladang bergantian, mencari hasil hutan non-kayu, berburu, mencari obat-obatan, dan mempertahankan pengetahuan tradisional mereka.
Baca: Kearifan Suku Kajang: Sang Penjaga Hutan Terbaik di Sulawesi Selatan
Teguh Santika, seorang perempuan Batin Sembilan, menegaskan perlunya upaya serius dalam menjaga dan melindungi Hutan Harapan. Salah satu langkahnya adalah dengan menanam ribuan bibit tanaman, karena masyarakat suku ini sangat bergantung pada hasil hutan.
Suku Batin Sembilan hidup secara semi-nomaden, membuat pondok-pondok kayu sederhana dengan terpal sebagai atap, menciptakan tempat tinggal yang sederhana namun nyaman di dalam hutan.
Namun, tantangan besar datang dengan semakin maraknya perambahan hutan. Menurut Mala Dewi, salah satu anggota suku, banyak aspek kehidupan mereka yang terganggu.
Buah-buahan yang biasanya mereka ambil dari hutan kini sulit ditemukan, dan bahkan mencari ikan pun tidak mudah karena perambah menggunakan potas untuk menangkap ikan.
Meskipun demikian, Suku Batin Sembilan terus berjuang untuk mempertahankan tradisi dan keberadaan mereka di tengah perubahan lingkungan dan tekanan eksternal.
Baca juga: Jejak Sejarah dan Kebudayaan Suku Mandailing: Pembauran Antara Batak dan Minangkabau