KOROPAK.CO.ID – TASIKMALAYA – Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Tasikmalaya menggelar rapat paripurna guna menyampaikan rekomendasi atas Laporan Keterangan Pertanggungjawaban (LKPJ) Wali Kota Tahun Anggaran 2024, sebuah agenda konstitusional yang telah menjadi tradisi tahunan sejak era otonomi daerah diberlakukan.
Namun, alih-alih menjadi panggung korektif yang mempertemukan legislatif dan eksekutif demi perbaikan tata kelola pemerintahan, sidang tersebut justru diwarnai dengan absennya mayoritas Kepala Organisasi Perangkat Daerah (OPD).
Ketidakhadiran yang memantik kekecewaan mendalam dari para anggota dewan, dan menambah daftar panjang catatan disharmoni birokrasi Tasikmalaya.
Ketua Fraksi PPP, Riko Restu Wijaya, SH, dalam pernyataannya yang terekam di ruang sidang, menggambarkan momen ini sebagai simbol lunturnya penghormatan struktural terhadap proses demokrasi lokal.
“Jika Wali Kota dan Sekda berhalangan hadir dengan alasan jelas, itu masih bisa dipahami. Tapi ke mana para pejabat ASN lainnya? Ketidakhadiran mereka dalam rapat penting ini menunjukkan seolah-olah rekomendasi DPRD dianggap tidak penting. Padahal, ini menyangkut arah perbaikan kinerja birokrasi,” katanya.
Lebih jauh, Riko menyoroti minimnya penghargaan kepada Wakil Wali Kota, Diky Chandra, yang hadir dan duduk sendiri mewakili unsur eksekutif.
Baca: Soroti Ketidaksesuaian Aturan, DPRD Kota Tasik Minta Seleksi Pendamping Dana Kelurahan Diulang
“Wakil Wali Kota adalah juga pemimpin. Jangan karena Wali Kota tidak hadir, lalu ASN juga mengabaikan agenda penting ini. Mohon kepada Pak Diky untuk menata kembali kedisiplinan birokrasi demi kinerja pemerintahan yang lebih baik ke depan,” tambahnya.
Sejarah panjang reformasi birokrasi di Indonesia mengajarkan pentingnya koordinasi lintas lembaga, serta etika kehadiran sebagai wujud tanggung jawab moral dan administratif. Namun kejadian ini justru seolah mempertegas jarak antara idealisme reformasi dan praktik birokrasi di lapangan.
Wakil Wali Kota Tasikmalaya, Diky Chandra, dalam pernyataan reflektifnya, tak menampik adanya persoalan disiplin dan loyalitas.
“Saya tahu betul, banyak yang menilai saya terlalu tegas. Tapi dalam posisi saya sebagai wakil kepala daerah, saya hanya menjalankan amanah. Jika bersikap tegas disebut galak, maka saya siap menanggungnya,” ucapnya.
Ia menambahkan bahwa upaya pembinaan telah dilakukan. Namun hasilnya masih jauh dari harapan. Situasi ini, menurutnya, menunjukkan bahwa masalah birokrasi bukan hanya persoalan teknis, tetapi juga menyangkut budaya kerja dan penghargaan terhadap struktur pemerintahan.