KOROPAK.CO.ID – JAKARTA – Menjelang peringatan Hari Ulang Tahun (HUT) Kemerdekaan ke-80 Indonesia pada 17 Agustus 2025, pemerintah melalui Kementerian Kebudayaan memulai sebuah proyek monumental: penulisan ulang sejarah Indonesia.
Proyek ambisius ini ditujukan untuk menyusun ulang narasi kebangsaan dari masa pra-kemerdekaan hingga periode pemerintahan Presiden Joko Widodo, dan dipimpin oleh Guru Besar Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, Prof. Susanto Zuhdi.
Upaya pembaruan historiografi ini mencerminkan keinginan untuk menyajikan sejarah nasional dengan sudut pandang baru yang lebih kontekstual dan relevan bagi generasi muda.
Susanto menegaskan, meskipun proyek ini menyentuh era pemerintahan Jokowi yang baru saja berakhir kurang dari setahun lalu, pendekatan yang digunakan adalah struktural dan berbasis kebijakan negara, bukan biografis atau personal.
“Yang kami tulis itu masa pemerintahan, bukan Jokowi-nya. Kalau nulis Jokowi, namanya tulis biografi,” ujar Susanto pada 27 Mei 2025, menanggapi kekhawatiran publik mengenai potensi bias politik dalam narasi sejarah yang masih bersinggungan dengan tokoh hidup.
Salah satu aspek penting yang disorot dari masa Jokowi adalah visinya tentang Indonesia sebagai poros maritim dunia. Gagasan ini dinilai berakar pada identitas historis bangsa yang pernah berjaya sebagai kekuatan pelaut di Asia Tenggara.
Menurut Susanto, sejarah tidak harus ditulis secara linear, melainkan tematis, dengan melihat kesinambungan atau ketidakkonsistenan arah bangsa dalam mempertahankan kedaulatan lautnya.
Baca: Penulisan Ulang Sejarah RI Menuai Kontroversi
Penulisan ulang ini juga bertujuan memperkenalkan paradigma baru dalam membaca sejarah, bukan hanya sebagai rangkaian peristiwa, tapi sebagai kerangka berpikir kritis bagi generasi mendatang. “Ini sejarah bukan buat generasi saya. Ini untuk generasi muda ke depan,” tegas Susanto.
Namun, proyek ini tidak lepas dari kritik. Profesor arkeologi Harry Truman Simanjuntak, yang semula ditunjuk sebagai editor untuk jilid awal, mengundurkan diri hanya sembilan hari setelah tim mulai bekerja.
Dalam surat pengunduran tertanggal 22 Januari 2025, ia menyampaikan alasan pribadi dan akademis, serta menyatakan kekhawatiran terhadap objektivitas sejarah yang ditulis terlalu dekat dengan masa kini.
Truman menganggap bahwa sejarah resmi negara seharusnya disusun dengan jarak temporal yang cukup, agar dapat dievaluasi secara kritis dan objektif.
Ia juga mempertanyakan proses internal tim, khususnya keterlibatan menteri dalam pengambilan keputusan akademik. “Maka dari itu, independensi kepenulisan sejarah ini pun dipertanyakan,” ujar Direktur Pusat Studi Prasejarah dan Austronesia tersebut.
Sejak era Soekarno hingga kini, narasi sejarah Indonesia terus mengalami pembacaan ulang. Penulisan sejarah bukan semata-mata dokumentasi, melainkan upaya kolektif dalam membentuk memori, identitas, dan arah masa depan bangsa.
Dengan proyek ini, pemerintah berupaya menulis ulang jejak perjalanan Indonesia, meski perdebatan soal metode, independensi, dan perspektif masih menjadi bagian tak terelakkan dari prosesnya.