Muasal

Apem Bekuwa dan Jejak Manis Warisan Palembang yang Sarat Makna

×

Apem Bekuwa dan Jejak Manis Warisan Palembang yang Sarat Makna

Sebarkan artikel ini
Apem Bekuwa dan Jejak Manis Warisan Palembang yang Sarat Makna
Doc. Foto: Ilustrasi AI

KOROPAK.CO.ID – PALEMBANG – Tahukah kalian bahwa Palembang tidak hanya dikenal lewat pempek dan jembatan Amperanya saja? Di balik semarak kota tua yang pernah menjadi pusat kerajaan besar Sriwijaya ini, tersimpan pula warisan kuliner tradisional yang sarat makna spiritual, salah satunya adalah apem bekuwa.

Mungkin Kawan pernah mendengar atau bahkan mencicipinya. Sekilas, kue ini tampak sederhana: berbentuk bulat pipih menyerupai serabi, bertekstur lembut, dan harum aroma santan. Namun yang membedakan apem bekuwa dengan apem dari daerah lain di Nusantara adalah kuah gula merah yang menjadi ciri khasnya.

Kuah manis itu bukan sekadar pelengkap rasa, tetapi juga menjadi penanda jati diri kue ini, sebab dari sinilah asal nama “apem bekuwa”, yang secara harfiah berarti apem berkuah.

Sejarah Panjang di Tengah Masyarakat Palembang

Jejak apem bekuwa dapat ditelusuri jauh ke masa lampau, bahkan disebut telah ada sejak zaman kerajaan di Palembang dahulu. Catatan dalam Ensiklopedi Makanan Tradisional Indonesia (Sumatera) menyebutkan bahwa jajanan ini sudah dikenal di kalangan rakyat biasa pada masa itu.

Ketika struktur sosial masyarakat masih terbagi antara kalangan bangsawan dan rakyat jelata, apem bekuwa menjadi simbol sederhana kehidupan masyarakat bawah. Ia hadir bukan di meja raja, melainkan di rumah-rumah rakyat, terutama dalam acara tahlilan dan upacara doa bersama.

Bagi masyarakat Palembang, kue ini bukan sekadar kudapan, tetapi makanan pengiring doa, bagian penting dari ritual kebersamaan dan penghormatan bagi arwah leluhur.

Apem Bekuwa, Makanan Pengiring Doa

Dalam tradisi tahlilan masyarakat Palembang, apem bekuwa sering disebut sebagai makanan pinggiran. Istilah ini merujuk pada hidangan yang ditempatkan di sisi ruangan dan disajikan pada awal acara.

Baca: Jejak Pedagang Yaman di Balik Nasi Minyak Palembang

Meski letaknya di pinggir, maknanya justru amat dalam. Apem bekuwa menjadi simbol keikhlasan dan doa yang mengalir di awal setiap lantunan tahlil. Masyarakat percaya, menyajikan apem bekuwa dalam tahlilan bukan hanya bentuk penghormatan kepada yang telah berpulang, tetapi juga wujud rasa syukur dan pengingat akan nilai kebaikan yang tulus.

Mitos dan Kepercayaan di Baliknya

Di balik kehadirannya dalam tradisi tahlilan, tersimpan pula sebuah kisah yang hidup dari mulut ke mulut. Konon, dahulu ada seorang dermawan kaya raya yang suka bersedekah, namun hatinya tidak benar-benar ikhlas.

Suatu hari, seorang pengemis datang meminta sedekah, dan karena tak ada yang melihat, sang dermawan hanya memberikan sepotong apem bekuwa. Malam harinya, ia bermimpi berada di neraka, namun ajaibnya, api tidak menyentuh tubuhnya, terlindung oleh apem bekuwa yang ia berikan dengan setengah hati itu.

Sejak saat itu, masyarakat Palembang meyakini bahwa apem bekuwa memiliki makna simbolik sebagai pelindung dan pengingat keikhlasan dalam beramal.

Warisan yang Tak Lekang oleh Waktu

Kini, apem bekuwa tidak selalu mudah ditemukan di pasaran. Kue ini lebih sering hadir pada momen-momen tertentu, terutama ketika doa dan kebersamaan menjadi inti acara. Namun justru di sanalah letak nilainya, bukan sekadar makanan, melainkan bagian dari perjalanan sejarah dan spiritual masyarakat Palembang.

Dalam setiap tetes kuah gula merahnya, tersimpan cerita tentang kehidupan, keikhlasan, dan hubungan antara manusia dengan Sang Pencipta, manis, hangat, dan abadi seperti kenangan itu sendiri.

Apakah Kawan tertarik mencicipi atau mungkin mencoba membuatnya di rumah? Siapa tahu, dari sepotong apem bekuwa, kita bisa turut merasakan sejumput sejarah Palembang yang begitu kaya dan mendalam.

error: Content is protected !!