KOROPAK.CO.ID – Di tengah hamparan padang rumput Madura yang luas, ketika mentari condong ke barat dan suara gemerincing lonceng ternak mengisi udara sore, sekelompok anak sering terlihat berlarian sambil tertawa. Mereka sedang memainkan Bal Budi, salah satu permainan tradisional khas Pulau Garam yang kini mulai jarang dijumpai.
Permainan ini, seperti banyak tradisi lisan lainnya, hidup dari kebersamaan. Ia lahir dari keseharian masyarakat pedesaan Madura, dari sela waktu menggembala sapi atau kambing, ketika anak-anak mencari hiburan sederhana tanpa meninggalkan kawanan ternaknya.
Bal Budi bukan sekadar permainan, ia adalah potret masa kecil yang tumbuh di bawah langit terbuka, di antara rasa gembira dan kebersamaan.
Nama Bal Budi berasal dari dua kata dalam bahasa Madura, bal yang berarti bola, dan budi yang berarti belakang. Secara harfiah, istilah ini dapat diartikan sebagai bola belakang. Nama itu menggambarkan inti dari permainan ini, sebuah aktivitas melempar bola ke arah belakang tanpa melihat langsung sasaran.
Makna simbolik permainan ini pun menarik. Dalam budaya Madura, permainan semacam ini mencerminkan nilai kelincahan, kebersamaan, dan strategi. Anak-anak belajar untuk waspada, tangkas, dan bekerja sama, meskipun dalam suasana permainan yang penuh canda.
Untuk memainkan Bal Budi, dibutuhkan sedikitnya delapan belas anak. Mereka dibagi menjadi dua kelompok besar. Permainan dimulai dengan membuat kotak persegi panjang di tanah lapang, yang akan menjadi area bagi kelompok yang kalah dalam undian awal.
Baca: Eksplorasi Enam Tradisi Unik Kebudayaan Suku Madura
Satu kelompok berdiri di dalam kotak itu, sementara kelompok lain bersiap melempar dari sisi luar. Pemain yang bertugas melempar berdiri membelakangi lawan, di sinilah letak tantangan utamanya. Ia harus melempar bola ke belakang tanpa menoleh, berharap lemparannya tepat mengenai salah satu lawan di dalam kotak.
Jika lemparan berhasil mengenai pemain, kelompok pelempar mendapat poin. Namun jika bola meleset, giliran berpindah ke pemain berikutnya. Setelah semua pemain melempar, kelompok akan berganti posisi. Pemenang ditentukan dari jumlah poin tertinggi setelah seluruh ronde selesai.
Lebih dari sekadar permainan fisik, Bal Budi menanamkan nilai sosial yang kuat. Anak-anak belajar mengatur strategi, menghargai giliran, dan berinteraksi tanpa kompetisi yang keras. Tak ada hukuman bagi yang kalah, karena tujuan utamanya adalah bersenang-senang dan mempererat persahabatan.
Permainan ini juga menjadi refleksi kehidupan agraris masyarakat Madura. Ia lahir dari alam, dari padang, dari waktu luang antara pekerjaan menggembala dan kembali menyatu dengan alam ketika hari mulai gelap, menandakan saatnya anak-anak pulang membawa ternak mereka.
Kini, seiring bergesernya waktu dan hadirnya permainan digital, Bal Budi perlahan memudar dari ingatan generasi muda. Namun di beberapa pelosok desa di Madura, kisah tentang permainan ini masih diceritakan oleh para orang tua. Mereka mengenang masa kecil yang sederhana tanpa gawai, tanpa layar, namun penuh tawa dan kebersamaan.
Bal Budi bukan hanya permainan masa lalu. Ia adalah bagian dari identitas budaya, saksi bagaimana anak-anak Madura belajar tentang hidup, kerja sama, dan kebahagiaan dari bola yang dilempar ke belakang, di bawah langit yang senja.