Koropak.co.id – Meskipun perkembangan dan kemajuan teknologi semakin hari kian meningkat, ternyata beberapa masyarakat di Indonesia hingga saat ini masih melestarikan dan menjunjung tinggi adat istiadat sebagai warisan nenek moyang. Tak terkecuali suku Sunda yang berasal dari Jawa Barat.
Biasanya masyarakat Sunda melaksanakan upacara adat istiadat tersebut dengan tujuan sebagai ungkapan rasa syukur serta memohon kesejahteraan dan keselamatan dunia akhirat. Prosesi adat istiadat itu dilakukan pada momen-momen penting dalam hidup, salah satunya adalah momen kelahiran bayi.
Dilansir dari berbagai sumber, setidaknya terdapat 7 upacara adat Sunda setelah menyambut kelahiran sang buah hati ke dunia. Lantas, apa saja upacara adat Sunda tersebut?
1. Upacara Memelihara Tembuni
Upacara adat pertama yang dilakukan adalah merawat tembuni setelah persalinan agar bayi selamat dan berbahagia. Tembuni berarti plasenta bayi atau yang biasa disebut ari-ari bayi.
Berdasarkan kepercayaan masyarakat Sunda, tembuni merupakan saudara bayi sehingga tidak boleh dibuang sembarangan dan harus melalui ritual khusus saat mengubur atau menghanyutkannya.
Bersamaan dengan kelahiran bayi, tembuni tersebut dibersihkan dan ditaruh ke dalam pendil atau kendi. Setelah itu, diberi bumbu-bumbu yakni garam, asam, dan gula merah. Terakhir, pendil akan ditutup dengan kain putih dan diberi bambu kecil agar tetap menerima udara.
Dukun bersalin atau dalam bahasa Sunda disebut Paraji juga selanjutnya akan menggendong dan memayungi pendil hingga dikuburkan di halaman rumah atau dihanyutkan ke sungai secara adat.
Upacara penguburan tembuni ini disertai pembacaan doa memohon keselamatan dan di dekat kuburan tembuni juga biasanya diberi pelita atau penerang yang terus menyala sampai tali pusar bayi lepas dari perutnya.
2. Upacara Nenjrag Bumi
Upacara nenjrag bumi adalah adat memukulkan alu, sebuah tongkat tebal yang terbuat dari kayu ke arah bumi. Ritual ini biasanya dilakukan agar bayi kelak menjadi pemberani, tidak mudah takut dan terkejut.
Ada dua cara yang dapat dipilih dalam melakukan upacara ini, baik itu memukulkan alu sebanyak tujuh kali ke bumi di dekat bayi atau membaringkan bayi di atas pelupuh atau lantai bambu yang dibelah-belah. Kemudian setelah itu sang ibu menghentakkan kakinya ke pelupuh di dekat bayi.
3. Upacara Puput Puseur
Ketiga adalah upacara puput puseur yang diawali dengan memotong tali pusar bayi. Setelah lepas, sang ibu atau dalam Bahasa Sunda disebut indung beurang akan menaruh tali pusar itu ke dalam kanjut kundang atau tas kain.
Pusar pun kemudian ditutup bungkusan kasa berisi uang logam dan diikatkan pada perut bayi. Hal itu dilakukan dengan maksud agar pusar tidak menyembul ke luar.
Baca : Mengenal Tradisi Cukur Rambut Bayi yang Dikenal Secara Turun Temurun
Upacara adat ini biasanya diadakan bersamaan dengan memberi nama, membaca doa selamat, serta membagikan bubur merah dan bubur putih kepada warga sekitar.
4. Upacara Ekahan
Pastinya beberapa dari kalian sudah tak asing lagi dengan upacara adat ekahan atau yang akrab disebut upacara aqiqah. Upacara ini dilakukan dengan memanjatkan doa kepada Tuhan sebagai ungkapan rasa syukur telah dikaruniai buah hati. Dalam pelaksanaannya, upacara ekahan biasanya dilakukan setelah bayi berusia 7 hari, 14 hari, atau 21 hari.
Orang tua sang anak juga harus menyediakan domba atau kambing untuk disembelih dengan ketentuan dua ekor domba jika anak laki-laki dan seekor domba jika anak perempuan.
Untuk prosesi penyembelihannya akan disertai dengan pembacaan doa selamat dan pengharapan agar kelak anak tersebut menjadi orang saleh yang dapat menolong orang tuanya di alam akhirat. Setelah penyembelihan, daging akan dimasak dan dibagikan.
5. Upacara Nurunkeun
Upacara nurunkeun adalah upacara mengenalkan bayi pada lingkungan sekitarnya. Paraji nantinya akan membawa bayi ke halaman rumah untuk pertama kalinya sekaligus juga memberitahu tetangga bahwa bayi tersebut sudah bisa dibawa ke luar rumah atau jalan-jalan.
Upacara Nurunkeun ini dilaksanakan pada hari ketujuh setelah upacara puput puseur. Tak hanya itu saja, tuan rumah juga akan menyediakan berbagai masakan. Mulai dari makanan ringan dan buah-buahan dibungkus serta digantung di bambu melintang, sedangkan untuk makanan berat ditaruh di bawahnya.
Kemudian di bambu yang sama, dibuat juga ayunan kain untuk menimang bayi selagi paraji membacakan doa. Setelah prosesi berakhir, tuan rumah mempersilahkan tamunya untuk menyantap makanan yang tersedia dan makanan ringan yang digantung pun dibagikan ke tamu anak-anak.
6. Upacara Cukuran
Mencukur rambut bayi biasanya dilakukan pada saat bayi memasuki usia 40 hari. Upacara itu digelar untuk membersihkan atau menyucikan rambut dari segala najis.
Dalam pelaksanaannya, bayi akan dibaringkan di tengah-tengah para tamu, disana disediakan pula wadah berisi air kembang dan gunting yang digantung perhiasan emas, seperti kalung, gelang, atau cincin. Seraya juga para tamu bersalawat dan berdoa, dan beberapa dari mereka pun menggunting sedikit rambut bayi.
7. Upacara Turun Taneuh
Upacara turun taneuh merupakan upacara adat yang dilaksanakan saat bayi pertama kali menapakkan kakinya ke tanah dan biasanya dilaksanakan jika bayi sudah mulai merangkak atau melangkah. Dengan dilaksanakannya upacara itu, diharapkan sang bayi dapat mengetahui keadaan dunianya dan kelak menjadi apa.
Orang tua pun harus menata segenggam padi, perhiasan emas, dan uang lembaran di atas tikar atau taplak putih. Kemudian setelah itu kaki bayi diarahkan untuk menginjak kain tersebut yang memiliki makna agar kelak ia bisa tumbuh menjadi sosok yang mampu mencari nafkah.
Selanjutnya, bayi juga akan dibiarkan merangkak di atas barang-barang tersebut dan para tamu akan melihat barang yang pertama kali diambil oleh bayi.
Apabila ia mengambil padi, berarti ia kelak akan tumbuh menjadi seorang pertani. Namun jika dia mengambil emas berarti kelak menjadi seorang yang terhormat dan jika mengambil uang berarti kelak menjadi pengusaha.*
Lihat juga : Simak Berbagai Video Menarik Lainnya Disini











