Koropak.co.id – Siapa yang tidak tahu Tugu Monumen Nasional atau lebih populer dikenal Monas? Tugu itu merupakan monumen peringatan untuk mengenang perjuangan rakyat Indonesia dalam merebut kemerdekaan dari tangan Penjajah Belanda.
Presiden Ir. Soekarno kala itu menginginkan adanya sebuah monumen perjuangan, namun belum bisa menjelaskan bagaimana bentuk dari tugu tersebut. Maka, pada 17 September 1954 dibentuk Panitia Tugu Nasional yang dipimpin Sarwoko Martokusumo.
Pada 17 Februari 1955, panitia membuka sayembara dengan lima kriteria yang harus dipenuhi, meliputi rancangan tugu harus menggambarkan dinamika, kepribadian, dan cita-cita bangsa Indonesia, menggambarkan sesuatu yang bergerak meski tersusun dari benda mati, serta dapat bertahan lama.
Sayangnya, tidaklah mudah untuk menemukan karya yang sesuai dengan keinginan Soekarno yang kala itu bertindak sebagai ketua juri. Dikarenakan tidak ada yang sesuai, Soekarno akhirnya menunjuk langsung dua arsitek ternama, yaitu Friedrich Silaban dan R.M. Soedarsono untuk membuat rancangan tugu, dibantu konsultan Ir. Rooseno.
Pembangunan monumen pun akhirnya dimulai pada 17 Agustus 1961 di bawah komando Soekarno. Sesuai dengan dambaan Soekarno, Monas akan dibangun dengan bentuk menyerupai lingga dan yoni yang bermakna kesuburan.
Silaban diminta untuk merancang monumen dengan tema tersebut. Akan tetapi, dikarenakan rancangan yang diajukan tersebut sangat luar biasa, tentunya akan memakan biaya yang sangat besar dan tidak mampu ditanggung oleh anggaran negara, terlebih lagi saat itu ekonomi Indonesia sedang dalam kondisi yang cukup buruk.
Baca: Bandara Kemayoran, Lapangan Terbang Internasional Pertama di Indonesia
Di sisi lain, Silaban juga menolak untuk merancang bangunan yang lebih kecil, sehingga dirinya menyarankan agar pembangunan ditunda hingga ekonomi Indonesia membaik.
Soekarno kemudian meminta Sudarsono untuk melanjutkan rancangan, dan memasukkan angka 17, 8, dan 45 yang melambangkan 17 Agustus 1945, tanggal dimulainya Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, ke dalam rancangan monumen itu. Tugu Peringatan Nasional itu akhirnya dibangun di areal seluas 80 hektare.
Pembangunannya dilaksanakan melalui tiga tahap. Tahap pertama, 1961 s.d 1965, pembangunannya di bawah pengawasan Panitia Monumen Nasional dengan biaya yang digunakan kala itu bersumber dari sumbangan masyarakat.
Kemudian di tahap kedua, 1966 s.d 1968, pekerjaannya juga masih dilakukan di bawah pengawasan panitia Monas. Tapi untuk biaya pembangunannya bersumber dari Anggaran Pemerintah Pusat (Sekretariat Negara RI). Pada tahap kedua ini, pembangunan mengalami kelesuan dikarenakan keterbatasan biaya.
Sementara di tahap ketiga, 1969 s.d 1976, pelaksanaan pekerjaan berada di bawah pengawasan Panitia Pembina Tugu Nasional dengan biaya yang digunakan bersumber dari Pemerintah Pusat, dalam hal ini Direktorat Jenderal Anggaran melalui Repelita dengan menggunakan Daftar Isian Proyek.
Terletak persis di Pusat Kota Jakarta, Monas menjadi tugu kebanggaan bagi bangsa Indonesia. Bahkan kini sudah menjadi salah satu pusat tempat wisata dan pusat pendidikan yang menarik bagi masyarakat Indonesia.
Selain untuk mengenang dan mengabadikan kebesaran perjuangan Bangsa Indonesia yang dikenal dengan Revolusi 17 Agustus 1945, tujuan dibangunnya Tugu Monas ini juga adalah sebagai wahana dalam membangkitkan semangat patriotisme setiap generasi.











