KOROPAK.CO.ID – Pada pagi yang hangat, 17 Agustus 1945, di sebuah rumah sederhana di Pegangsaan Timur 56, Jakarta, dua tokoh bangsa memproklamasikan kemerdekaan Indonesia.
Sejak saat itu, tanah air resmi berdiri sebagai negara merdeka, setidaknya secara de facto. Namun, di kancah dunia internasional, pengakuan terhadap kedaulatan Indonesia masih menjadi perjuangan panjang.
Belanda, yang enggan kehilangan jajahannya, mencoba merebut kembali Nusantara lewat dua kali agresi militer. Bangsa Indonesia pun harus berjuang di dua medan, mengangkat senjata di dalam negeri dan berjuang lewat diplomasi di luar negeri.
Di tengah tekanan kolonial itu, datang dukungan tak terduga dari negeri-negeri Muslim di Timur Tengah. Salah satu yang paling berperan adalah Mesir, negara pertama yang secara resmi mengakui kemerdekaan Indonesia. Pengakuan itu membuka pintu bagi negara-negara Liga Arab lain untuk mengikuti langkah serupa.
Di balik dukungan Mesir, berdiri sosok penting: Hasan al-Banna, pendiri Ikhwanul Muslimin, organisasi Islam yang lahir di tahun 1928. Melalui pengaruhnya di bidang dakwah dan politik, al-Banna menggerakkan simpati negara-negara Islam terhadap perjuangan rakyat Indonesia.
Gerakan Ikhwanul Muslimin dan Jaringan Solidaritas Islam
Ikhwanul Muslimin awalnya bukan gerakan politik. Hasan al-Banna mendirikannya dengan misi sosial, membangun sekolah, rumah sakit, dan masjid, serta menanamkan nilai-nilai moral Islam. Namun, seiring waktu, organisasi ini tumbuh menjadi kekuatan ideologis yang aktif di panggung politik Mesir.
Gerakan ini berlandaskan semangat pembaruan Islam dan menentang dominasi asing atas negeri-negeri Muslim. Ide inilah yang membuat al-Banna dan para pengikutnya merasa memiliki tanggung jawab moral terhadap perjuangan kemerdekaan bangsa-bangsa Muslim, termasuk Indonesia.
Baca: Sejarah dan Perkembangan Organisasi Pembebasan Palestina (PLO)
Penelitian Wildan Insan Fauzi dan Neni Nurmayanti Hasanah dalam Jurnal Historia mencatat bahwa dukungan Ikhwanul Muslimin terhadap Indonesia bukan semata-mata karena kesamaan agama, melainkan juga sebagai bentuk solidaritas antikolonial dan pembelaan terhadap hak bangsa untuk menentukan nasibnya sendiri.
Lobi Diplomatik dan Dukungan Nyata dari Mesir
Melalui jaringan Ikhwanul Muslimin, al-Banna berhasil melobi pemerintah Mesir agar menjadi negara pertama yang mengakui kedaulatan Indonesia. Dukungan ini kemudian menyebar cepat. Lebanon, Suriah, Arab Saudi, hingga Irak pun turut mengakui kemerdekaan Indonesia.
Bahkan, Sekretaris Jenderal Liga Arab kala itu, Abdurrahman Azzam Pasya, membawa isu Indonesia ke panggung dunia. Ia menyuarakan dukungan terhadap Indonesia di forum internasional, termasuk Perserikatan Bangsa-Bangsa, dan menekan Belanda untuk menghentikan agresinya.
Dukungan rakyat Mesir pun luar biasa. Di pelabuhan Port Said, para buruh dan simpatisan Ikhwanul Muslimin memboikot kapal Belanda yang membawa amunisi menuju Indonesia. Aksi ini menjadi bentuk nyata solidaritas dunia Islam bagi kemerdekaan bangsa kita.
Indonesia Berterima Kasih
Sebagai wujud terima kasih, para tokoh Indonesia seperti Haji Agus Salim, Sutan Syahrir, Nazir Pamoentjak, Dr. H.M. Rasyidi, dan M. Zein Hassan datang langsung ke Kairo. Mereka menyampaikan rasa hormat kepada Hasan al-Banna dan Ikhwanul Muslimin yang telah menggerakkan dukungan internasional bagi Indonesia.
Dari perjuangan diplomatik itu, sejarah mencatat kemerdekaan Indonesia bukan hanya hasil dari perjuangan fisik di tanah air, tetapi juga buah solidaritas lintas bangsa dan iman. Dukungan Mesir dan Ikhwanul Muslimin menjadi salah satu bab penting dalam perjalanan diplomasi Indonesia menuju pengakuan dunia.