KOROPAK.CO.ID – Kue pare adalah salah satu warisan kuliner tradisional yang lahir dari tanah Palembang, Sumatra Selatan. Meskipun tidak setenar pempek yang kerap menjadi ikon kota berjuluk “Venice dari Timur” ini, kue pare menyimpan pesona tersendiri bagi siapa pun yang menapaki jalanan pasar tradisional Palembang.
Pernahkah Kawan mencicipi jajanan ini, atau mungkin hanya pernah mendengar namanya?
Kue pare, meskipun kini semakin jarang ditemui, dahulu menjadi teman setia anak-anak dan keluarga yang menyusuri pasar-pasar tradisional.
Ia merupakan saksi bisu akulturasi budaya yang melintasi zaman, bahkan dalam beberapa catatan sejarah kuliner, kue pare juga dikenal di Riau dengan sebutan papare dan di Kalimantan Barat, khususnya Banjarmasin, sebagai wadai pare, wadai papare, atau wadai papari.
Meski nama berbeda, bentuk dan cita rasanya tetap mempertahankan identitasnya sebagai kuliner tradisional yang khas, manis atau asin, lembut di lidah, dan selalu menimbulkan rasa nostalgia. Menariknya, kue pare sama sekali tidak terbuat dari sayur pare, meski namanya memunculkan bayangan rasa pahit khas sayuran tersebut.
Baca: Apem Bekuwa dan Jejak Manis Warisan Palembang yang Sarat Makna
Penamaan ini justru lahir dari bentuknya yang menyerupai sayur pare, memanjang dengan permukaan bergelombang dan berwarna hijau segar, seolah menegaskan identitas visualnya yang unik di antara jajanan lain.
Di Palembang, kue pare hadir dalam dua versi: manis dan asin. Kue pare manis umumnya diisi parutan kelapa berpadu dengan gula merah, menghadirkan rasa legit yang memikat, sementara versi asin memiliki isian yang menyerupai lemper, memberi alternatif rasa gurih bagi penikmatnya.
Kendati begitu, kue pare manis lebih mudah ditemui, menjadi pilihan utama saat momen-momen istimewa seperti Bulan Ramadan, perayaan adat, atau pertemuan keluarga.
Kini, kue pare termasuk jajanan yang mulai langka. Keberadaannya tidak lagi semasif masa lampau, sehingga menemukannya di pasar tradisional atau gerai penjual jajanan khas Palembang menjadi pengalaman tersendiri, seolah kita menapaki jejak kuliner masa lalu, menyentuh sejarah melalui rasa.
Kue pare bukan sekadar jajanan. Ia adalah fragmen sejarah Palembang, lambang tradisi yang terus hidup meski zaman terus bergulir. Mencicipinya, Kawan tidak hanya menikmati rasa manis atau gurih, tetapi juga merasakan denyut budaya yang telah melekat di bumi Sumatra Selatan sejak lama.