Actadiurna

Program MBG Kembali Menuai Sorotan Tajam Gara-Gara Menu Mentah

×

Program MBG Kembali Menuai Sorotan Tajam Gara-Gara Menu Mentah

Sebarkan artikel ini
Program MBG Kembali Menuai Sorotan Tajam Gara-Gara Menu Mentah
Doc. Foto: Ilustrasi/BBC

KOROPAK.CO.ID – JAKARTA – Program Makanan Bergizi Gratis (MBG), salah satu program unggulan pemerintahan Prabowo-Gibran saat ini, kembali menjadi sorotan tajam.

Sejumlah laporan dan foto yang beredar menunjukkan bahwa menu MBG yang dibagikan kepada siswa di beberapa wilayah, khususnya Tangerang Selatan, berisi bahan makanan mentah dan makanan ringan ultra-proses yang tinggi gula.

Temuan ini mengundang kritik keras dari kalangan pengamat dan aktivis gizi, yang menilai bahwa kebijakan program telah menyimpang dari tujuannya semula: pemenuhan kebutuhan gizi harian secara seimbang dan layak.

Sebagaimana diketahui, program MBG diluncurkan pada awal 2025 dengan ambisi besar, yakni memberikan makanan bergizi gratis kepada jutaan anak sekolah di seluruh Indonesia. Namun, dalam praktiknya, pelaksanaan program ini kerap kali menimbulkan pertanyaan.

Dalam kasus terbaru, menu MBG di beberapa sekolah kini berubah menjadi paket makanan mentah dan kudapan seperti biskuit, sereal instan, dan minuman kemasan.

Foto-foto yang beredar di media sosial memperlihatkan beras, ikan asin, kacang tanah goreng, telur puyuh, hingga berbagai jenis makanan ringan diserahkan kepada siswa menjelang masa libur sekolah.

Pengelola Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) Yasmit Ciputat Timur berdalih bahwa modifikasi menu dilakukan sebagai bentuk “kreativitas” selama masa libur sekolah. “Hal itu dilakukan agar makanan bisa disimpan lebih lama dan tidak mubazir,” katanya.

Namun, menurut Deden Deni, Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Tangerang Selatan, perubahan format menu tersebut tidak melalui koordinasi dengan dinas setempat. “Kami sudah cek ke sekolah dan benar ada pembagian bahan mentah. Tapi ini tanpa pemberitahuan resmi,” ujarnya.

Kritik paling tajam datang dari kalangan pakar gizi dan masyarakat sipil. Diah Saminarsih dari CISDI menyatakan bahwa pembagian bahan mentah menunjukkan tidak berfungsinya sistem pengawasan dan kontrol yang seharusnya dijalankan oleh Badan Gizi Nasional (BGN).

Baca: 8 Langkah Besar Presiden Prabowo Ubah Arah Bangsa

“Memberi makanan mentah, tanpa ada panduan jelas, menunjukkan fungsi oversight BGN tidak jalan. Ini alarm besar,” kata Diah dalam keterangannya.

Data CISDI menunjukkan bahwa sekitar 45% menu MBG yang dibagikan mengandung makanan ultra-proses, jenis makanan yang dikenal rendah mikronutrien dan tinggi kandungan gula serta garam bertolak belakang dengan tujuan program untuk mendorong perbaikan gizi anak.

Irwan Aldrin dari Koalisi Kawal Pendidikan melihat fenomena ini sebagai akibat dari “kekacauan berpikir” dalam perencanaan dan pelaksanaan MBG. Ia menilai petunjuk teknis yang tidak lengkap membuat satuan pelayanan gizi harus mengambil keputusan sendiri, yang berujung pada ketidaksesuaian isi menu.

“Pengelola dapur tidak salah sepenuhnya. Mereka berinisiatif untuk menghindari pemborosan karena anak-anak libur. Masalah utamanya koordinasi yang kacau,” jelas Irwan.

Ia bahkan menyarankan program ini dihentikan sementara untuk dilakukan evaluasi besar-besaran. “Uang rakyat jangan dikelola sembarangan. Stop dulu programnya sampai semuanya benar-benar siap,” tambahnya.

Menanggapi kontroversi ini, Kepala BGN Dadan Hindayana mengakui bahwa hingga saat ini belum ada kebijakan resmi terkait distribusi MBG dalam masa libur sekolah.

Ia mengatakan bahwa petunjuk teknis baru sedang disusun, termasuk penyesuaian penyaluran gizi kepada kelompok rentan lainnya jika siswa tidak hadir ke sekolah. “Prinsip kami adalah pemerataan gizi dan efektivitas distribusi. Tidak boleh ada keputusan sepihak di lapangan,” tegasnya.

Dengan pagu anggaran tahun 2026 yang mencapai Rp217 triliun dan rencana menjangkau 82,9 juta penerima manfaat, program MBG adalah salah satu proyek sosial paling ambisius dalam sejarah Indonesia. Namun rentetan persoalan teknis, logistik, dan koordinasi menunjukkan bahwa niat baik saja tidak cukup.

Jika tidak segera dilakukan perbaikan struktural dan operasional, program MBG berpotensi kehilangan kepercayaan publik dan gagal mencapai tujuan utama: menyediakan gizi layak bagi masa depan anak bangsa.

error: Content is protected !!