KOROPAK.CO.ID – Di antara riuh aroma rempah Nusantara, ada satu warna yang senantiasa mencuri pandang: merah tua dari air rebusan kayu secang. Dari dapur-dapur tradisional di Palembang, Sumatra Selatan, minuman ini telah lama menghangatkan tubuh dan menenangkan hati.
Ia disebut teh secang meski sejatinya, tak setetes pun daun teh terkandung di dalamnya. Kayu secang (Caesalpinia sappan) telah dikenal sejak berabad-abad silam sebagai bahan berkhasiat yang memberi warna dan manfaat.
Dalam catatan sejarah, tanaman ini sudah tumbuh subur di bumi Sriwijaya. Dari batangnya yang berwarna jingga kemerahan, masyarakat masa lalu menemukan keajaiban: ketika direbus, airnya berubah menjadi merah, seolah menyalakan bara kecil di cangkir-cangkir mereka.
Menurut kajian Fatma Dwi Oktaria dkk. dalam Jurnal Kalpataru, secang bukan sekadar rempah. Ia menjadi saksi akulturasi budaya antara dua peradaban besar: Sriwijaya dan Tiongkok.
Dari timur datang kebiasaan minum teh, dari bumi Palembang hadir kayu secang yang menggantikan daun teh. Hasilnya: minuman merah yang menjadi simbol pertemuan dua dunia, hangat, beraroma lembut, dan sarat makna sejarah.
Pada masa kejayaan Sriwijaya, teh secang konon hanya disajikan di lingkungan istana. Para bangsawan meminumnya untuk menghangatkan badan dan menjaga stamina. Secang dipercaya sebagai penawar alami, pengusir dingin, bahkan penyembuh berbagai penyakit ringan.
Baca: Menelusuri Jejak Sejarah Kue Pare Khas Palembang
Seiring waktu, tradisi itu menurun ke masyarakat, menjelma menjadi minuman rakyat yang mudah dijumpai di rumah-rumah Palembang hingga saat ini. Kini, teh secang tidak lagi eksklusif untuk kalangan kerajaan.
Di warung sederhana di pinggir Sungai Musi, atau di rumah tua di kawasan 9 Ilir, warna merahnya masih sama: pekat dan menenangkan. Banyak orang meminumnya tak sekadar untuk kesehatan, tapi juga untuk merasakan sepotong sejarah yang masih hidup di dalam setiap tegukan.
Secang sendiri dikenal kaya antioksidan dan antikanker. Air rebusannya diyakini dapat meredakan peradangan, membunuh bakteri, mencegah kerusakan sel, dan mengontrol kadar gula darah.
Khasiat yang dahulu membuatnya berharga di istana, kini dapat dinikmati siapa saja. Membuatnya pun mudah. Cukup beberapa serutan kayu secang kering, disiram air panas, lalu diamkan hingga airnya berubah merah.
Tambahkan sedikit gula batu bila ingin rasa manis yang lembut. Dalam kesederhanaannya, teh secang bukan hanya minuman, ia adalah warisan, penanda bahwa sejarah bisa tetap hidup, mengalir hangat di antara kepulan uap di cangkir kaca.











