Muasal

Sejarah Panjang Aksi Demonstrasi yang Mengguncang Dunia

×

Sejarah Panjang Aksi Demonstrasi yang Mengguncang Dunia

Sebarkan artikel ini

KOROPAK.CO.ID – Menjelang akhir pekan ini, suhu politik Indonesia kian panas. Sejak awal pekan, Senin (25/8/2025), gelombang demonstrasi sudah mulai tampak di sejumlah titik ibu kota. Suasana semakin mengeras pada Kamis, lalu mencapai puncaknya pada Jumat (29/8/2025).

Semula aksi itu dipicu tuntutan buruh. Namun, arah demonstrasi berubah drastis setelah tragedi Bendungan Hilir: seorang pengemudi ojek online, Affan Kurniawan, tewas setelah terlindas kendaraan taktis Brimob pada Kamis siang (28/8/2025).

Rekaman video memperlihatkan momen memilukan saat Affan terjatuh dan kendaraan Baracuda terus melaju tanpa berhenti. Aksi protes pun berubah menjadi ledakan kemarahan publik. Sejak itu, demonstrasi merebak ke berbagai penjuru.

Dari depan Gedung DPR/MPR Senayan, markas Brimob, Polda Metro Jaya, kantor polisi daerah, hingga gedung perwakilan rakyat di berbagai provinsi. Riuh massa dan kawalan aparat bersenjata mengingatkan banyak orang pada peristiwa kelam Mei 1998, ketika suara rakyat yang meledak di jalan-jalan berujung pada pergantian rezim.

Namun, Indonesia bukanlah satu-satunya panggung sejarah demonstrasi besar. Protes rakyat atau apa yang kita sebut demonstrasi, telah berulang kali menjadi titik balik sejarah dunia.

Dari Manila ke Berlin

Filipina pernah mengukir sejarah lewat People Power Revolution (1986). Setelah dua dekade Ferdinand Marcos berkuasa, jutaan rakyat turun ke jalan menolak hasil pemilu curang. Dukungan militer goyah, Marcos pun jatuh, dan Corazon Aquino dilantik sebagai presiden.

Tiga tahun kemudian, 23 Agustus 1989, di belahan Eropa Timur, jutaan warga Latvia, Lituania, dan Estonia berpegangan tangan membentuk rantai manusia sepanjang 643 kilometer. Aksi ini dikenang sebagai Baltic Way, simbol perlawanan terhadap rezim Soviet. Setahun berselang, Tembok Berlin runtuh, membuka babak baru Jerman yang terbelah.

Baca: DPR dan Jejak Sejarah Pembubarannya di Era Bung Karno

Tiananmen dan Luka Demokrasi

Masih di 1989, mahasiswa Beijing menguasai Lapangan Tiananmen selama tujuh pekan. Mereka menuntut demokrasi, hingga akhirnya tank militer digerakkan. Ratusan, bahkan ribuan nyawa melayang, menjadikan Tiananmen salah satu tragedi politik paling muram abad ke-20.

Afrika Selatan hingga Invasi Irak

Pada 1994, di Afrika Selatan, ratusan ribu orang mengikuti aksi “Stay at Home” sebagai protes terhadap apartheid. Aksi itu menegaskan perlawanan rakyat jelata yang pada akhirnya membuka jalan bagi Nelson Mandela menjadi presiden.

Sementara pada 2003, dunia diguncang aksi anti-perang Irak. Lebih dari 600 kota di berbagai belahan dunia turun ke jalan menolak invasi Amerika Serikat. Di Roma saja, tiga juta orang ikut serta.

Dari Trump ke George Floyd

Era modern pun menyimpan kisah serupa. Women’s March (2017) di Amerika Serikat menyatukan ratusan ribu perempuan menolak misogini Donald Trump di hari pelantikannya. Lalu, pada 2020, dunia tersentak oleh kematian George Floyd. Gelombang protes bertajuk Black Lives Matter merebak di 75 kota di AS, lalu menjalar ke seluruh dunia sebagai simbol perlawanan terhadap rasisme struktural.

250 Juta Petani India

Tak kalah besar, demonstrasi petani India (2020–2021) menjadi salah satu mobilisasi rakyat terbesar sepanjang sejarah. Sekitar 250 juta petani turun ke jalan menentang undang-undang pertanian yang dianggap merugikan. Setelah lebih dari setahun, pemerintahan Narendra Modi akhirnya mencabut aturan tersebut.

Sejarah mencatat, dari Bendungan Hilir hingga New Delhi, dari Manila hingga Berlin, demonstrasi bukan sekadar letupan emosi di jalanan. Ia adalah bahasa politik rakyat, cara terakhir ketika kanal demokrasi tak lagi didengar.

error: Content is protected !!