Muasal

Lembayung Sejarah Kejayaan dan Warisan Kerajaan Gowa Tallo

×

Lembayung Sejarah Kejayaan dan Warisan Kerajaan Gowa Tallo

Sebarkan artikel ini

Koropak.co.id – Di balik lembayung Sulawesi, tersimpan sejarah luhur Kerajaan Gowa Tallo, kesultanan yang gemerlap dengan nuansa Islam dan juga dikenal dengan sejumlah nama yang eleganantara lain, Kerajaan Gowa, Kesultanan Gowa, atau Kerajaan Makassar. 

Penjuru-penjuru kota ini menyimpan jejak masa lalu, yang mengisahkan keagungan militer dan pusat perdagangan yang hidup di bawah sinar Sultan Hasanuddin.

Makassar, Sulawesi Selatan, adalah panggung besar bagi Kerajaan Gowa Tallo. Namun, pusat kerajaan ini berdetak di Kota Sungguminasa, Kabupaten Gowa, di mana semesta kekuasaannya meluas bukan hanya di Sulawesi tapi juga merentang hingga Kalimantan dan Nusa Tenggara.

Dilansir dari berbagai sumber, sebelum berdiri kokoh sebagai Gowa Tallo, wilayah ini terbagi menjadi sembilan daerah kecil yang masing-masing dikepalai oleh seorang Raja Kecil. 

Dalam kemelut kebingungan tanpa seorang pemimpin besar, datanglah Tumanurung pada tahun 1320, memimpin sembilan raja kecil, mengukuhkannya sebagai Raja Gowa pertama, yang bergelar Karaeng Sombaya Ri Gowa.

Kehidupan di kerajaan ini adalah tapestri silsilah yang rumit dan lamanya pemerintahan. Pada awalnya, masyarakatnya berpegang teguh pada animisme dan agama Hindu, mempercayai setiap makhluk memiliki roh yang perlu dihormati. 

Baca: Istana Balla Lompoa, Jejak Langkah Kerajaan Gowa di Tengah Dekade

Namun, angin perubahan berhembus pada tahun 1051 H atau 1605 M ketika Dato Ribandang memperkenalkan Islam. Sang Raja, I Mangarangi Daeng Manrabia, dengan hangat memeluk Islam dan bergelar Sultan Alauddin.

Puncak keemasan Kerajaan Gowa Tallo terjadi saat kekuasaan Sultan Hasanuddin, sang “Ayam Jantan dari Timur.” Namanya tak hanya dikenang karena keberaniannya dalam menghadapi VOC, tetapi juga karena visinya dalam memajukan pendidikan dan kebudayaan di Gowa Tallo.

Kerajaan ini juga dikenal sebagai pusat perdagangan maritim di Indonesia bagian timur, sebuah magnet yang menarik saudagar muslim dari berbagai penjuru. Sultan Hasanuddin, dengan tekad besi, melawan VOC, menghadapi pertempuran yang memakan banyak korban.

Setelah badai perang, kedamaian harus ditemui. Sultan Hasanuddin menerima tawaran damai dari VOC, menandatangani Perjanjian Bongaya pada 1667. Meski begitu, pertempuran kembali pecah dan kerajaan akhirnya harus merelakan Benteng Somba Opu. Sultan Hasanuddin, dengan kehormatan, mengundurkan diri pada 1 Juni 1669.

Pasca kejatuhan itu, Kesultanan Makassar menjalani transisi kepemimpinan. Di era Sultan Muhammad Abdul Kadir Aidudin, kesultanan ini berintegrasi dengan Republik Indonesia.

Jejak Kerajaan Gowa Tallo masih terpahat jelas hingga kini, seperti Istana Balla Lompoa yang gagah berdiri di Kota Sungguminasa, atau Benteng Fort Rotterdam yang menyimpan cerita perjuangan. 

Baca juga: Benteng Fort Rotterdam, Saksi Bisu Kejayaan Kerajaan Gowa

error: Content is protected !!